REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kordinator Advokasi dan Investigasi FITRA, Ucok Sky Khadafi menilai, pendanaan saksi dalam pelaksanaan pemilu melalui dana APBN justru mubazir. Sebab, manipulasi suara, biasanya terjadi bukan di TPS.
Melainkan saat suara tersebut sampai di kabupaten/kota. "Kami mendorong agar dana saksi dihapus. Kalau uang sudah digelontorkan, maka harus disetop," ujar dia, Ahad (26/1).
Anggota Komisi II DPR, Nurul Arifin menambahkan, dengan adanya kebijakan ini seluruh parpol memiliki saksi yang akan memantau proses perhitungan suara. Ini melihat pengalaman pada 2009. Ketika itu, banyak laporan parpol yang tidak memiliki saksi di lapangan.
Bila pembiayaan itu melalui APBN, maka akan terjadi kesetaraan antara partai kecil dan besar. Penyalurannya pun dipilih dari Bawaslu sehingga lebih dapat dimonitor.
"Sebenarnya Partai Golkar sendiri menolak pendanaan ini. Namun, kami dari Komisi II melihat, perlu adanya kesetaraan, agar semua parpol punya saksi di TPS," ujar dia.
Bawaslu meminta dana sebesar Rp 800 miliar untuk mendanai relawan dengan nama Mitra Pengawas Pemilu Lapangan (Mitra PPL). Dana yang dikucurkan sebesar Rp 1,5 triliun. Sisanya untuk membiayai honor saksi parpol di setiap TPS.