Petugas Pol PP, menurunkan Alat Peraga Kampanye (APK) di wilayah Kecamatan Pademawu, Pamekasan, Jatim, Rabu (29/1). (Antara/Saiful Bahri)
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) tidak bisa bekerja sendiri dalam mengawasi iklan politik di media massa. Karenanya, Ketua Komisi I DPR RI, Mahfudz Siddiq meminta KPK menginternsifkan kerja sama dengan KPU dan Bawaslu.
"Kerja sama yang sudah dibentuk itu yang diefektifkan sehingga sanksinya bisa terpadu," kata Mahfudz kepada wartawan di Kompleks Parlemen Senayan, Selasa (4/2).
Menurut Mahfudz, yang terjadi sekarang, KPI, KPU, dan Bawaslu seperti berjalan sendiri-sendiri dalam mengawasi pelanggaran iklan politik di media massa. Masing-masing lembaga terkesan sibuk dengan urusan masing-masing.
"Mereka sudah membentuk gugus tugas bersama tapi belakangan tidak berjalan. Mungkin masing-masing sibuk dengan urusannya," ujar Mahfudz.
Pengawasan iklan politik sebenarnya merupakan domain KPU dan Bawaslu. Kedua lembaga itu menurut Mahfudz sudah mengeluarkan aturan-aturan bagi partai politik yang ingin melakukan sosialisi di media massa. Namun, lantaran aturan yang dibuat masih membuka celah pelanggaran, maka banyak partai politik yang tidak menggubris.
Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini berpendapat, salah satu problem membatasi intensitas iklan politik di media massa ada pada banyaknya tokoh politik yang menjadi pemilik media massa. Kondisi ini membuat media sulit bersikap objektif dalam menyampaikan pesan politik khususnya dalam bentuk iklan.
"Problemnya adalah ketika sejumlah tokoh media adalah tokoh partai. Sehingga terbuka peluang untuk memanfaatkan sarana medianya," ujarnya mengakhiri.