REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemilihan Umum (KPU) kembali menegaskan tentang aturan dan larangan kampanye terselubung di media-media televisi. Komisioner KPU Juri Ardianto mengatakan, aturan tersebut punya sanksi pidana jika dilanggar.
"Memang, kita (KPU) akui, masih ada saja permasalahan tentang kampanye dan siaran-siaran di televisi yang sifatnya pelanggaran," katanya, saat di Gedung KPU, Jakarta, Selasa (4/2).
Kata dia, peraturan KPU sudah terang hanya membolehkan tayangan-tayangan bersifat iklan kampanye di media elektronik 21 hari sebelum massa tenang pemilu.
Juri mengatakan, jika acuannya adalah jadwal pemungutan suara, maka iklan dan siaran yang sifatnya berkampanye, baru boleh disuarakan di pertengangan Maret nanti. Itu sesuai dengan jadwal pemungutan suara pemilihan legislatif (pileg) yang jatuh pada 9 April mendatang.
Namun, Juri mengatakan, KPU tidak bisa berbuat banyak tentang maraknya iklan atau pun siaran yang bernada kampanye di televisi saat ini. Sebab, kata dia, ranah tersebut ada di tingkat pengawasan. "Ya, KPU kan hanya menyiapkan perangkat aturan (berkampanye) saja," ujarnya.
Meski pun begitu, dia menambahkan, aturan tentang larangan berkampanye lewat siaran dan iklan di televisi sebelum waktunya berjalan denga baik. Hal itu, meski tetap marak terjadi, akan tetapi dikatakan dia, Bawaslu sudah merespon dengan membuka laporan dan aduan masyarakat atas indikasi kampanye ilegal itu.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Idy Muzayyad mengatakan, pengawasan terhadap seluruh stasiun televisi terus dilakukan.
KPI menjadikan dasar aturan KPU sebagai acuan untuk menindak stasiun televisi yang melakukan kampanye lewat siaran-siaran sebelum diwaktukan. Kata dia, surat edaran kepada semua stasiun televisi juga sudah dilakukan.
Sementara sanksi teguran ringan sampai teguran keras berupa penutupan hak siar tayangan siap dilakukan jika stasiun televisi kerap abai. "Tenttunya, pelanggaran ini dari defenisi yang Bawaslu rumuskan," ujarnya.