REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menjelang pelaksanaan pemilu 9 April mendatang kampanye parpol di media televisi makin gencar. Namun, pelaksanaannya dinilai sudah tidak etis
"Kondisi saat ini kampanye di media TV termasuk tidak etis," ujar pengamat komunikasi Universitas Padjajaran (Unpad) Bandung, Antar Venus kepada Republika, Kamis (6/2).
Karena, katanya, kesempatan untuk berkampanye di televisi berbeda antara satu parpol dengan yang lain. Padahal dari segi etis, seseorang atau parpol harus mempunyai kesempatan yang sama untuk memanfaatkan sarana media.
Kenyataanya, saat ini pemilik media lebih banyak memanfaatkan peluang tersebut dibandingkan yang lain. Ia menyebut Wiranto-Hary Tanoesoedibjo (Win-HT) yang sering tampil di media MNC group. Hal serupa juga dilakukan Surya Paloh yang menjadi pemilik Metro TV.
Seharusnya, kata Antar, ada kesempatan yang sama antara masing-masing parpol atau orang untuk memanfaatkan televisi. Terlebih, media ini lebih banyak dipilih orang untuk berkampanye karena mempunyai sejumlah keunggulan. Karena proses pengenalan sosok atau partai akan lebih cepat dan mudah diterima masyarakat.
Antar membandingkan, pelaksanaan kampanye di Jepang. Di situ, setiap partai diberikan kesempatan yang sama untuk berkampanye di televisi dengan sistem penjadwalan. Sehingga nantinya partai hanya tinggal mencari cara atau strategi untuk menarik simpati warga untuk memilihnya.
Ia pun mendorong kondisi yang tidak etis tersebut untuk segera diakhiri. Caranya dengan mengatur kanal atau membatasi kampanye yang dilakukan pemilik media. Intinya, pemilik media atau orang kaya tidak bisa berbuat sesuka hatinya. "Ada aturan yang tegas untuk mengatur kanal kampanye di media TV," imbuh Antar.
Selain itu, ada petugas pengawas pemilu dan lembaga Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yang berfungsi untuk menindak pelanggaran mau pun etika kampanye.
Ia menilai, bentuk komunikasi apa pun dari calon atau partai sebagai kampanye. Meski pun tidak ada ajakan. "Kegiatan itu sudah berupaya mempengaruhi orang secara kognitif," terang Antar.