Home >> >>
10 Masalah Pemilu 2014 Versi LPI
Ahad , 09 Feb 2014, 16:21 WIB
pengamanan Pemilu 2014 di depan gedung Badan Pengawasan Pemilu (Bawaslu), Jakarta, Jumat (7/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Pemilih Indonesia (LPI) memaparkan, setidaknya ada 10 masalah yang akan membelit pemilu 2014.

"Pemilu tinggal sebulan lagi, tapi ada 10 masalah yang akan dihadapi pada pemilu 2014," kata Direktur LPI, Boni Hargens di Jakarta, Ahad (9/2).

Pertama, katanya, soal sosialisasi kandidat caleg yang masih didominasi sosialisasi figur ketimbang ideologi dan program kerja. Model kampanye partai politik juga masih berorientasi pada politik visual dengan menjual figur. Bukan gagasan atau program.

Netralitas Komisi Pemilihan Umum (KPU) juga dipertanyakan. Terutama setelah adanya wacana kerja sama dengan Lembaga Sandi Negara (Lemsaneg). Boni menduga akan tetap ada kerja sama antara KPU dan Lemsaneg di belakang layar.

Persoalan Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang belum tuntas juga menimbulkan kecurigaan akan adanya surat suara siluman untuk menggelembungkan suara partai tertentu. Kecurigaan juga terhadap aparat keamanan dalam membantu mengamankan surat suara siluman tersebut.

"Di tengah jalan bisa saja dicegat dan diganti dengan surat suara versi mereka. Ini modus operandi lama dan ini digunakan partai yang punya akses untuk menekan aparat keamanan yaitu partai berkuasa," ujar Boni.

Masalah lainnya adalah tabulasi suara KPU yang masih dicurigai sebagai peluang manipulasi suara. Sedangkan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang tidak dapat menarik jarak dari KPU dan cenderung menjadi bagian dari pengelenggaraan pemilu.

Selain itu, politik uang dan kekerasan politik juga berpotensi akan tetap ada pada pemilu ini. Menurutnya kekerasan politik mengatasnamakan primordialisme selalu sukses untuk memperoleh suara di beberapa daerah seperti di Papua dan Maluku.

"Kekerasan politik berpotensi terjadi di daerah yang sentimen primordial masih kental. Model penggalangan politiknya masih bertumpu pada ikatan kekeluargaan dan pengaruh bos lokal masih dominan dalam melakukan kontrol sosial," tegasnya.

Redaktur : Mansyur Faqih
Reporter : Bilal Ramadhan
  Isi Komentar Anda
Komentar adalah tanggapan pribadi, tidak mewakili kebijakan redaksi republika.co.id. Redaksi berhak mengubah atau menghapus kata-kata yang tidak etis, kasar, berbau fitnah dan pelecehan, intimidasi, bertendensi suku, agama, ras, dan antar golongan. Setiap komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab pengirim.

Republika.co.id berhak untuk memberi peringatan dan atau menutup akses bagi pembaca yang melanggar ketentuan ini.
avatar
Login sebagai:
Komentar