Ketua Umum PP Muhammadiyah, Din Syamsuddin namanya disebut-sebut sebagai salah satu capres yang diusung PPP.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Pengurus Pusat Muhammadiyah Din Syamsuddin mengaku rekomendasi sebagai calon presiden dan wakil presiden yang diusung Partai Persatuan Pembangunan (PPP) adalah sebuah penghargaan bagi dirinya.
"Saya memang membaca, mendengar, sempat sebelumnya dihubungi lewat Wakil Ketua Umum DPP PPP Pak Hasrul Azwar. Tentu saya merasa tersanjung, bersyukur ada penghargaan dari kelompok tertentu yaitu parpol," katanya usai diskusi politik bertajuk "Mencari Akar Masalah Krisis Multidimensi Berkepanjangan" di Jakarta, Senin (10/2).
Din mengatakan, didaulat sebagai tokoh dalam bursa capres/cawapres dari partai berlambang Ka'bah itu merupakan penghargaan karena PPP dulunya juga merupakan "fusi" dari partai-partai Islam, salah satunya Partai Muslim Indonesia (Permusi)."Permusi 'kan kelanjutan dari Masyumi. Bisa dikatakan partainya orang Muhammadiyah, baik ketum, sekjen, sehingga memang ada segmen warga Muhammadiyah yang memang perjuangan politiknya ke sana," katanya.
Meski bersyukur dan merasa tersanjung atas penghargaan itu, Din menyadari bahwa pencapresannya tersebut belum tentu bisa menjadi kenyataan. Ia juga mengaku menerima pencapresan itu dengan sikap biasa, tanpa ada niatan untuk mundur dari ormas Islam tersebut. "Paling-paling yang jadi kenyataan ketua umumnya sendiri (Suryadharma Ali). Jika ada peluang untuk tokoh nomor satu atau nomor dua," katanya.
Namun, Din berharap PPP bisa menampilkan diri seperti keinginan terakhir mereka sebagai rumah besar umat Islam karena sejarahnya sebagai bagian dari partai Islam.
Sebelumnya, Musyawarah Kerja Nasional II PPP akhirnya menyepakati enam tokoh eksternal partai yang dinilai pantas masuk bursa capres/cawapres yang diusung PPP. Mereka adalah Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo, Ketua Umum Palang Merah Indonesia (PMI) Jusuf Kalla, Bupati Kutai Timur Isran Noor, Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie dan mantan Menteri Pemberdayaan Perempuan Khofifah Indar Parawansa.