Polantas membuat surat tilang untuk pengendara motor ketika berlangsungnya Operasi Patuh Jaya di kawasan Kemanggisan Utama, Jakarta Barat, JumaT (5/7). Oparasi tersebut digelar untuk meningkatkan ketertiban dan kepatuhan berlalu lintas
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Potensi gangguan keamanan di Pemilu 2014 bisa terjadi dari berbagai sektor. Tak hanya yang bersumber dari kriminalitas, gangguan lain pun bisa muncul dari sektor ketidaktertiban masyarakat.
Contohnya ketertiban lalu lintas yang pengawasannya menjadi tanggung jawab kepolisian. Hal ini menjadi perhatian khusus pimpinan Polri. Wakapolri Komjen Oegroseno mengatakan, tanggung jawab ketertiban lalu lintas juga ada di tangan para peserta Pemilu.
Menurut dia, bukan pemandangan aneh ketika kampanye, partai politik (Parpol) selalu mengisi kegiatannya dengan iring-iringan kendaraan yang membuat macet jalanan. Bila sampai menggangu ketertiban lalu lintas masyarakat, kata dia, Polri tidak boleh ragu memberlakukan ketegasan.
“Itu salahsatu potensi yang ada, karena kampanye selalu menimbulkan mobilitas tinggi dari parpol yang memiliki massa, jajaran Korlantas (Korps Lalu Lintas) harus sudah bisa melakukan antisipasi,” ujarnya dalam rapat konsolidasi operasi Mantap Brata dengan Korlantas di Jakarta Rabu (19/2).
"Pada tahapan kampanye terbuka ini, akan terjadi mobilitas massa dan kendaraan dalam jumlah besar, yang dilakukan massa pendukung partai, simpatisan, sehingga berpotensi menimbulkan mobilitas masyarakat," tambahnya.
Oegroseno yang hadir menggantikan Kapolri Jenderal Sutarman mengatakan, potensi pelanggaran, kecelakaan dan kemacetan di tahapan kampanye memang akan terbilang meningkat. Namun ia memerintahkan, Korlantas telah bersiap diri untuk meminimalisir segala kerugian akibat sesaknya lantas nanti.
“Saya harapkan jajaran korlantas mampu mempersiapkan langkah-langkahnya dengan baik, untuk sama-sama menyukseskan tahapan pengamanan Pemilu nanti,” kata dia.
Seperti diketahui, mulai tanggal 16 Maret operasi pengamanan Pemilu bersandi Mantap Brata akan dimulai. Operasi ini menjadi penugasan terbesar yang dititahkan negara kepada Polri. Operasi dirancang berjalan selama 224 hari dengan kekuatan 419 ribu personel dan akan menghabiskan biaya hingga Rp 1,6 triliun.