Home >> >>
'Jangan Pilih Anggota DPR Pemalas'
Ahad , 23 Feb 2014, 18:26 WIB
Sejumlah anggota DPR mengikuti sidang paripurna Pembukaan Masa Persidangan III Tahun Sidang 2013-2014 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (15/1). (Republika/Adhi Wicaksono)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus mengatakan, sepinya aktivitas di DPR menjelang pileg merupakan kejadian lima tahunan yang terus berulang. Anggota dewan yang kembali maju pada pileg 2014 lebih memilih turun ke dapil ketimbang menjalankan tugas dan tanggung jawabnya di parlemen.

"Sebanyak 507 orang anggota DPR periode sekarang maju lagi menjadi caleg. Ini catatan bagi masyarakat, untuk serius tidak terpengaruh rayuan mereka dan tidak memilih caleg-caleg petahana itu kembali," kata Lucius, Ahad (23/2).

Sikap masyarakat, menurut dia, akan menentukan perubahan wajah DPR mendatang. Lantaran, ketentuan yang mengatur tata tertib anggota dewan yang tertuang dalam UU MPR, DPR, DPRD, dan DPD (MD3) sudah cukup jelas. 

DPR juga dilengkapi Badan Kehormatan (BK) yang mengawasi, menyidang, dan menjatuhkan sanksi bagi anggota dewan yang melanggar aturan tersebut.

"Aturan memang sudah ada, tapi belum pernah kami dengar anggota dewan mendapat hukuman karena lebih sibuk di dapil," ujar Lucius.

BK DPR, lanjutnya, sama seperti lembaga negara lain yang diisi oleh perwakilan parpol. Mereka cenderung menjadi alat kelengkapan yang mandul. Karena anggota BK DPR yang juga diisi oleh perwakilan parpol cenderung lunak dan tidak bisa bersikap tegas terhadap rekannya sesama kader partai.

Akhirnya, aturan kehadiran, persidangan, target legislasi yang terbengkalai hanya menjadi catatn di BK DPR. Sementara upaya untuk menyentil dan menghukum anggota yang malas dan curang hanya sebatas wacana.

Karenanya, Lucius berpendapat, selain sikap tegas masyarakat untuk tidak memilih caleg pemalas juga diperlukan upaya konstitusional. Seperti mengubah UU MD3, khususnya aturan, tata tertib, dan etika anggota dewan.

"Kalau sekarang tidak hadir enam kali berturut-turut baru dipanggil. Sebaiknya diubah menjadi lebih ketat dengan sanksi yang lebih berat," kata dia. 

Redaktur : Mansyur Faqih
Reporter : Ira Sasmita
  Isi Komentar Anda
Komentar adalah tanggapan pribadi, tidak mewakili kebijakan redaksi republika.co.id. Redaksi berhak mengubah atau menghapus kata-kata yang tidak etis, kasar, berbau fitnah dan pelecehan, intimidasi, bertendensi suku, agama, ras, dan antar golongan. Setiap komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab pengirim.

Republika.co.id berhak untuk memberi peringatan dan atau menutup akses bagi pembaca yang melanggar ketentuan ini.
avatar
Login sebagai:
Komentar