REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pimpinan DPR meminta fraksi untuk memotiviasi dan memaksa anggotanya hadir dalam kegiatan persidangan. Hal ini disampaikan menyusul minimnya kehadiran anggota mendekati pelaksanaan pemilu pada 9 April 2014.
"Sebenarnya, pimpinan DPR itu speaker, tidak memiliki kewenangan memaksa. Hanya fungsi koordinasi, mediasi, dan fasilitasi," ujar Wakil Ketua DPR, Sohibul Iman, kepada Republika, Ahad (23/2).
Peran pimpinan DPR antara lain proaktif menyediakan perangkat aturan dan kode etik. Harapannya, lanjut Sohibul, ada kesadaran etis atau moral dari para anggota DPR. Karena, sanksi yang ada selalu bisa diakali ketika kesadaran etis tidak ada.
"Nah, ketika kesadaran etis tidak ada maka yang bisa memaksa adalah fraksi," terang Sohibul politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tersebut.
Menurutnya, pimpinan DPR secara rutin meminta fraksi untuk memotivasi dan memaksa anggotanya agar patuh pada kode etik dan tugas yang diembannya. Namun, semuanya kembali pada kesadaran etis masing-masing anggota DPR.
Selain itu. lanjut dia, publik dan media harus terus mengawasi kinerja anggota legislatif agar memiliki kesadaran etis tinggi. Karena kunci lahirnya tanggung jawab adalah dari tingginya kesadaran etis masing-masing wakil rakyat.
Sebelumnya, Ketua Badan Kehormatan (DPR) Trimedya Panjaitan menyebut, masa sidang Januari-Maret 2014 merupakan waktu sulit terkait tingkat kehadiran anggota. Ini mengingat pelaksanaan pemilu yang semakin dekat.
BK DPR, terang Trimedya, sudah menyeru fraksi di DPR agar meminta anggotanya bisa membagi waktu antara tugas di dewan dan persiapan menghadapi pemilu. Sehingga kinerja wakil rakyat tetap berjalan sebagaimana mestinya menjelang hajatan demokrasi April nanti.