REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar komunikasi dari Universitas Padjajaran (Unpad) Dadang Rahmat Hidayat mengatakan kenetralan media sangat mempengaruhi kualitas Pemilu.
"Kalau media tidak netral maka yang dirugikan adalah kualitas pemilu. Kualitas pemilu menjadi menurun karena hal itu," ujar Dadang dalam diskusi usai pelantikan Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia (ISKI) di Jakarta, Kamis (27/2).
Ketidaknetralan media membuat pemberitaan menjadi tidak seimbang, akibatnya publik dirugikan.
"Terutama media televisi, yang sangat mempengaruhi pilihan masyarakat," tambah dia.
Ketidaknetralan media tersebut, sambung dia, membuat profesionalisme media tersebut dipertanyakan.
"Media seharusnya sosiliasi dan mengedukasi masyarakat mengenai politik. Bukan hanya menyiarkan iklan politik," katanya.
Pakar komunikasi dari Universitas Indonesi Sasa Djuarsa Sendjaja mengatkan jumlah iklan politik di sejumlah televisi sepanjang September hingga Desember mencapai ratusan.
"Misalnya iklan Hanura di RCTI yang mencapai 761, sedangkan partai lain hanya 155," kata Sasa.
Iklan yang tayang, sebagian besar adalah iklan partai yang mempunyai hubungan dengan pemilik televisi itu sendiri. "Media itu independen, jika pemiliknya jarang nongol di televisi," lanjutnya.
Sementara itu, Ketua Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia (ISKI) Yuliandre Darwis PhD juga menyayangkan media yang tidak netral terlebih menjelang pemilu.
"Sangat disayangkan, Indonesia memiliki infrastruktur IT yang baik namun medianya tidak netral dan cerdas," kata Andre.
Sementara itu, Bambang Harimurti dari Dewan Pers mengatakan para pekerja media bisa mengadu ke Dewan Pers jika pemilik media itu intervensi dalam pemberitaan.