Petugas Pol PP, menurunkan Alat Peraga Kampanye (APK) di wilayah Kecamatan Pademawu, Pamekasan, Jatim, Rabu (29/1). (Antara/Saiful Bahri)
REPUBLIKA.CO.ID,BENGKULU -- Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Bengkulu Beny Ardiansyah mengimbau masyarakat agar tidak memilih calon anggota legislatif (caleg) yang menempelkan spanduk kampanye di pohon-pohon.
"Caleg yang menempel spanduk di pohon-pohon itu tidak layak dipilih, jadi jangan dipilih," katanya di Bengkulu, Selasa (4/3).
Ia mengatakan hal itu ketika ditanya tentang masih banyaknya caleg yang memasang alat peraga kampanye di pepohonan di dalam Kota Bengkulu. Menurut Beny, para caleg yang memasang spanduk atau alat peraga kampanye di pohon sudah jelas melanggar aturan. Aturan yang dilanggar yakni Peraturan KPU nomor 15 tahun 2013 tentang Pedoman Pelaksanaan Kampanye Legislatif.
Pada pasal 17, kata dia, jelas disebutkan sejumlah lokasi yang terlarang untuk alat peraga kampanye antara lain rumah sakit, rumah ibadah, sekolah, jalan protokol, sarana publik, taman dan pepohonan.
"Jadi mereka sudah melanggar aturan sebelum sah menjadi anggota legislatif. Bisa dipastikan setelah terpilih akan sama perangainya," ucapnya.
Ia berpendapat bahwa caleg yang menempel alat peraga di pohon merupakan mereka yang tidak memiliki konsep jelas untuk mensosialisasikan dirinya kepada masyarakat. Selain itu, ia juga menyoroti kinerja Panwaslu dan Satpol PP yang seharusnya menertibkan spanduk dan alat peraga kampanye yang melanggar aturan itu. "Ada pembiaran dari petugas yang seharusnya menertibkan itu, kami minta segera diturunkan," ujarnya.
Caleg yang menancapkan paku di pohon untuk menempel fotonya menurut Beny secara sadar telah merusak pohon itu.
Padahal pemerintah memiliki program menanam pohon dan mengajak masyarakat menanam sebanyak-banyaknya pohon. "Kalau pohon dipaku akan rusak dan mengakibatkan pertumbuhan kerdil," katanya.
Yang pasti menurutnya, caleg yang memasang alat peraga di pohon, tidak punya pemahaman tentang cara hidup hijau dimana slogan "go green" sudah memasyarakat. Aktivis lingkungan lainnya Supintri Yohar juga menyoroti pemasangan alat peraga yang menggunakan bambu. "Sebagian bambu itu roboh ke jalan sehingga mengganggu pengguna jalan," katanya.
Tidak hanya itu, pemasangan alat peraga di ruang publik dan pepohonan menurutnya merusak pemandangan, atau disebut sampah visual.