REPUBLIKA.CO.ID, MAKASSAR -- Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Indonesia mengagas Gerakan Pemilih Cerdas dalam menghadapi Pemilu Legislatif, 9 April 2014 dan Pemilihan Presiden, 9 Juli 2014.
"Gerakan Pemilih Cerdas ditujukan untuk menyadarkan pemilih Indonesia agar menentukan pilihan secara rasional pada pemilu 2014. Golput adalah bentuk sikap politik warga yang perlu diakui, namun golput bukanlah pilihan politik yang tepat dalam sistem demokrasi bebas dan terbuka," kata Ketua PB HMI Pusat Muhammad Arief Rosyid Hasan melaui siaran persnya di terima di Makassar, Ahad (9/3).
Menurutnya, peningkatan jumlah golput sesungguhnya berbanding terbalik dengan peningkatan kualitas demokrasi, dan semakin memberi angin kepada musuh-musuh demokrasi untuk terpilih menjadi penyelenggara negara. "Ini sesuatu yang harus kita cegah bersama," katanya.
Gerakan Pemilih Cerdas, kata dia, adalah bagian dari ikhtiar HMI untuk merawat demokrasi Indonesia. Gerakan ini merupakan inisiasi kedua setelah pertama kali diselenggarakan di tahun 2009, yang akan diturunkan menjadi program-program pendidikan politik dan pengawasan atas penyelenggaraan pemilu.
"Gerakan Pemilih Cerdas dialamatkan untuk menyelamatkan pemilu 2014 dari ancaman musuh-musuh demokrasi. Kecurangan penyelenggaraan, pengawasan dan penghitungan hasil pemilihan, terjangkitnya politik uang, dan potensi konflik horizontal yang mungkin terjadi dalam penyelenggaraan pemilu," ujarnya.
Alumnus Unhas ini menyatakan, Pemilu 2014 mulai menghitung hari, sementara keinginan untuk membawa perubahan dan kemajuan bagi bangsa Indonesia menemukan momen yang tepat sangat dinantikan dan tidak berselang lama.
Kendati demokrasi Indonesia telah memasuki fase konsolidasi yang semakin dalam, namun kebebasan sipil dan politik semakin tampak, militer kembali ke tugasnya, dan bangkitnya politik warga melalui pemilihan umum yang bebas dan terbuka. Pendalaman fase konsolidasi demokrasi ini harus terus dirawat dan dilanjutkan.
"Demokrasi menyediakan sarana bagi warga negara untuk mewujudkan kehendak mereka dalam memilih wakil-wakil di lembaga legislatif serta memilih pemegang kekuasaan eksekutif," ungkapnya.
Rosyid mengungkapkan, melalui pemilihan umum, warga negara sesungguhnya tidak sekedar mendelegasikan kewenangan politik, namun juga meniscayakan tanggung jawab dari kepemimpinan politik yang dihasilkan. Tindakan warga negara untuk menentukan perubahan kepemimpinan politik harus dilakukan secara sadar dan bebas, agar demokrasi berjalan sehat.
"Pemilu yang berkualitas harus meliputi pertama, penyelenggara yang kompeten dan berintegritas, kedua kontestan, baik calon pemimpin dan partai politik yang taat aturan. Kemudian ketiga, media yang tidak memihak, keempat, pengawas yang objektif, serta kelima adalah pemilih yang cerdas," ucapnya.