Wasekjen PDI Perjuangan Ahmad Basarah (kanan) dan Sekjen Tjahjo Kumolo (kiri)
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PDI Perjuangan menegaskan masih menanti keputusan ketua umum Megawati Sukarnoputri soal penetapan capres. Kabar bahwa PDIP akan mengumumkan capres pada 4 April 2014 pun dikatakan bukan berasal dari sikap resmi partai.
"Spekulasi yang muncul belum menjadi keputusan partai," kata Wasekjen PDIP Achmad Basarah di Kompleks Parlemen Senayan, Senin (10/3).
Ia membantah kabar yang menyebut internal DPP PDIP tengah mengalami perpecahan soal momentum penetapan capres. Kabar itu sendiri berasal dari perbedaan pendapat sejumlah pengurus partai moncong putih tersebut.
Di satu sisi ada pengurus DPP yang mendesak agar Megawati mendeklarasikan Joko Widodo (Jokowi) sebagai capres sebelum pemilu. Di sisi lain ada pengurus DPP yang menyerahkan penetapan capres pada Megawati.
Bagi Basarah, perbedaan ini merupakan bagian dari dinamika demokrasi. "Dinamika itu berkembang sah-sah saja dalam partai politik yang demokratis," ujarnya.
Basarah mengatakan, penentuan dan penetapan capres PDIP menyangkut juga pertimbangan etika politik. Karenanya, tidak boleh ada kader yang hanya memanfaatkan partai sebagai kendaraan politik.
Dia mencontohkan kader yang memiliki mental kutu loncat kemungkinan besar akan menjadi sikap sama ketika menjadi pemimpin.
Namun, Basarah membantah pernyataan itu dimaksudkan kepada Jokowi. "Kalau soal Pak Jokowi tidak seperti itu (kutu loncat)," katanya.
Megawati, menurut Basarah, terus mencermati berbagai dinamika politik dan momentum yang tepat sebelum mendeklrasikan capres PDIP.
Sebelumnya sejumlah pengamat politik memperkirakan PDIP akan mengumumkan capres pada 4 April 2014. Menurut mereka momentum tersebut bisa menguntungkan partai karena memiliki kesamaan yang dominan dengan nomor urut PDIP di pemilu 2014.
"Menurut hemat saya 4 bulan 4 itu diambil dari nomor urut partai PDIP yang memiliki nomor urut 4 dan pelaksanaan pemilu pada bulan 4 juga dan dilaksanakan pada tahun yang memiliki angka 4 di belakang," kata peneliti dari Indonesian Public Institute, Karyono Wibowo.