REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan survei persepsi masyarakat terkait pemilu pada 2013. Hasilnya menunjukkan rekam jejak calon pemimpin masih belum begitu dipertimbangkan.
Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Praja mengatakan, dari 1.200 responden, paling dominan masyarakat memilih dengan pertimbangan karakter dan perilaku calon, yakni 22,38 persen. Kedua, pertimbangan kemampuan calon (16,48 persen) dan karena alasan kedekatan dengan masyarakat (13,39).
Sementara yang memilih karena pertimbangan rekam jejak calon hanya 6,64 persen, ada di peringkat ketujuh. "Padahal menurut konsep KPK, rekam jejak adalah yang paling penting untuk men-detect kemungkinan potensi korupsi pimpinan yang akan datang," kata dia di Jakarta, Rabu (19/3).
Pandu mengatakan, ada dua yang menjadi konsep KPK sebelum memilih calon pemimpin. Pertama, rekam jejak calon yang propemberantasan korupsi. Kedua, calon tersebut mempunyai harta kekayaan yang sesuai dengan profilnya.
Karena, menurut dia, dua kriteria itu yang menjadi salah satu pencegah agar calon pemimpin tidak terjerumus dalam kasus korupsi. "Karena ini memang faktanya, maka memang prioritas," ujar dia.
Menurut Pandu, ada beberapa kemungkinan masyarakat tidak mempertimbangkan calon pemimpin berdasarkan rekam jejak. Bisa jadi, masyarakat terlalu malas untuk melihat rekam jejak calon.
Selain itu, ia juga melihat ada short memory masyarakat. Faktor lain yang paling dominan adalah karena masyarakat permisif. "Gak penting masa lalu, gak penting apakah dia terkait dengan korupsi atau tidak," kata Pandu.