Warga yang tergabung dalam Forum Rakyat betawi Pendukung Caleg Bersih melakukan aksi dukung caleg bersih di Bundaran HI, Jakarta, Ahad (16/3). (Republika/Agung Supriyanto)
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi (LPEM) Universitas Indonesia (UI) Teguh Daryanto menilai, masih banyak calon anggota legislatif (caleg) yang mengeluarkan ongkos politik besar agar dapat menjadi anggota DPR RI.
Menurutnya, ongkos politik tersebut bisa bernilai hingga miliaran rupiah. Hal tersebut, membuat mental caleg untuk balik modal berpotensi kembali terjadi.
Kepala Kajian Kemiskinan Dan Pembangunan LPEM FEUI ini menambahkan, jika ada caleg yang mengeluarkan dana kampanye diatas Rp 4,6 miliar sudah pasti akan berusaha balik modal dengan cara apapun.
Dia mengungkapkan, ada caleg yang mengeluarkan anggaran di atas Rp 6 miliar. Padahal dengan dana sebesar itu, belum tentu juga menjamin bahwa caleg akan terpilih. Menurutnya, ini menjadi tidak rasional.
"Karena darimana dia akan bisa menutup pengeluaran saat kampanye. Ini mempunyai kemungkinan saat dia terpilih sebagai anggota DPR menjadi koruptor. Ini harus dicurigai,” katanya.
Teguh menambahkan, untuk pemilu kedepan, sebaiknya dana kampanye pemilu para caleg dibatasi sehingga mudah pengawasannya.
Caleg DPR RI Partai Golkar dari Dapil 1 DKI Jakarta, Muhammad Fahreza Sinambela mengatakan hingga selesai kampanye diperkirakan dana yang akan dikeluarkan hingga Rp 600 juta untuk kampanye di 10 kecamatan.
“Sampai sekarang sudah keluar sekitar Rp 370 juta, diperkirakan hingga selesai pemilu sekitar Rp 600 juta. Dana tersebut digunakan untuk belanja atribut seperti stiker, banner, kartu nama, sosialisasi dengan warga,” ujarnya.
Reza menambahkan karena besarnya dana kampanye dirasakan perlu adanya uatu peraturan khusus untuk mengatur soal permodalan kampanye untuk caleg sehingga bisa menjamin transparansi dana dan juga sebagai tolok ukur yang tepat.