Seorang simpatisan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mengecat badannya dengan warna merah putih saat mengikuti kampanye terbuka di Gelora Bung Karno (GBK), Jakarta, Ahad (16/3). (Republika/Agung Supriyanto)
REPUBLIKA.CO.ID, KUPANG -- Pengamat politik dari Universitas Muhammadiyah Kupang (UMK) Ahmad Atang menilai, sistem kerja calon anggota legislatif dalam meraup suara pemilih dengan pola 'door to door' lebih efektif ketimbang menggunakan media kampanye rapat umum.
"Pola kerja para caleg dalam memanfaatkan media kampanye umum tidak efektif dari sisi menjaring massa dan dari sisi finansial tidak efisien dan cenderung boros," ujar Ahmad, Kamis.
Dia mengemukakan hal itu saat menjawab pertanyaan seputar sepinya kegiatan kampanye rapat umum oleh partai-partai politik peserta pemilu di Provinsi Nusa Tenggara Timur saat ini. Sejak deklarasi kampanye damai pada 15 Maret 2014, sampai hari ini belum ada partai politik yang menggelar kampanye rapat umum terbuka, dengan melakukan mobilisasi massa dalam jumlah besar seperti yang terjadi pada pemilu-pemilu sebelumnya.
Menurut Ahmad, kondisi yang terjadi saat ini juga sebagai akibat dari kelemahan sistem pemilu bangsa ini yakni proporsional murni dengan pendekatan politik berbasis individu sehingga yang muncul kemudian adalah demokrasi pililah aku.
Karena itu, pola kerja para caleg dalam memanfaatkan media kampanye umum menjadi tidak efektif dari sisi menjaring massa dan dari sisi finansial tidak efisien dan cenderung boros.
Dia mengatakan, para kontestan sepertinya tidak bergairah melakukan kampanye terbuka karena masyarakat juga cenderung apatis untuk menghadiri rapat terbuka.
Menurut dia, lesuhnya animo publik menghadiri kampanye memberi indikasi bahwa janjinya para politisi tidak bakalan ditepati jika mereka terpilih. "Ini harus menjadi bahan koreksi bagi parpol untuk membenah diri agar mendapat simpati publik," katanya.
Bahwa kampanye terbuka hanyalah salah satu media, namun pola ini menjadi penting dalam rangka penge nalan visi, misi dan garis perjuangan partai, akan tetapi tidak berdampak terhadap nasib para caleg.
Kepentingan caleg dan partai menjadi dua hal yang berbeda. Perbedaan ini yang menjadikan pola kerja caleg berseberangan dengan partai. Popularitas partai tidak selamanya menguntungkan caleg tapi populari tas caleg dapat berimbas pada kebesaran partai, katanya menambahkan.