REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Moch Jumhur Hidayat, mantan kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) menegaskan dukungannya terhadap PDIP sudah melalui pemikiran yang matang.
Mantan aktivis ini tidak menyesali pilihannya sekalipun harus kehilangan jabatan sebagai Ketua BNP2TKI.
"Hidup itu selalu ada resiko. Untuk apa kita takut dengan resiko. Apalagi itu demi ideologi dan kepentingan yang lebih besar yakni rakyat dan bangsa," kata Jumhur di sela-sela acara Kongres III Badan eksekutif Mahasiswa (BEM) Indonesia, di Kaliurang, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Kamis (20/3).
Sebelum menghadiri acara ini, Jumhur juga sempat memimpin pendeklarasian Aliansi Rakyat Merdeka (ARM) mendukung PDIP dan Jokowi di Yogyakarta. Jumhur mengatakan, dia bersama elemen-elemen yang tergabung dalam ARM, sudah mempertimbangkan banyak hal sebelum memutuskan berpihak ke PDIP.
Bagi Jumhur, untuk saat ini PDIP dipandang sebagai Parpol yang paling tepat dan pas untuk memimpin bangsa.
Hal ini tak luput dari plaform kepartaian yang konsisten dalam memperjuangkan kepentingan rakyat kecil. Juga partai ini dilihat paling konsisten dalam memperjuangkan kemandirian bangsa dan kemandirian ekonomi.
Dalam banyak kesempatan, kata Jumhur, dia selalu melihat permasalahan TKI dari sudut pandang kegagalan bangsa Indonesia dalam mengoptimalkan potensi dalam negeri untuk kepentingan rayat. Indonesia sebagai negara makmur dan kaya sumber daya alam, seharusnya lebih dari mampu untuk menghidupi rakyatnya sehingga mereka tidak perlu bekerja sebagai TKI di luar negeri.
"Persoalannya tentu terletak pada pemerintahnya. Kalau bangsa yang makmur dan kaya, rakyatnya harus bekerja di luar negeri sebagai buruh, ini salah siapa? Tentu salah pemerintahnya," kata Jumhur.