Ratusan simpatisan mengikuti kampanye Partai Nasional Demokrat (Nasdem) di Kompleks Tugu Proklamasi, Jakarta, Ahad (16/3). (Republika/Aditya Pradana Putra)
REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Seorang pedagang mainan anak-anak yang biasa berjualan di Stadion Kanjuruhan bernama Suyanah (54 tahun) terpaksa harus gigit jari lantaran tidak diperbolehkan menjajakan barang dagangannya. Padahal, kata Yanah, adanya kampanye tersebut membuat suasana (Stadion Kanjuruhan) menjadi ramai dan berpotensi meraup keuntungan yang lebih.
“Jadi kami seharusnya diberikan kesempatan untuk bebas berjualan. Tetapi ini kok malah tidak boleh,” ujarnya kepada Republika saat ditemui di Stadion Kanjuruhan, Sabtu (22/3).
Usahanya untuk berjualan tetap gagal meski kerabatnya memiliki Kartu Tanda Anggota (KTA) yang merupakan akses untuk berjualan didalam stadion. Meski tidak diperbolehkan berjualan selama hari ini saja, wanita yang tinggal di Kota Malang, Jatim itu mengaku menderita kerugian sedikitnya Rp 30 ribu.
Padahal ia dan keluarganya bergantung pada keuntungan berjualan mainan. Tak hanya itu, ia mengeluhkan banyaknya polisi yang mengamankan stadion. “Polisi-polisi itu, tak hanya mengamankan lokasi tetapi juga telah mengusir para pedagang dengan alasan akan dijadikan lokasi berjualan akan dijadikan tempat keluar,” ujarnya.
Sementara itu Kepala Sub Bagian (Kasubbag) Hubungan Masyarakat (Humas) Polres Kabupaten Malang AKP Nyoman Afliandani enggan mengungkap alasan mengapa daerah Stadion Kanjuruhan harus steril dari pedagang kaki lima (PKL) saat kampanye Partai Demokrat. Pihaknya mengaku hanya bertugas mengamankan acara. “Sedikitnya ada 700 personel dari jajaran Polres Kabupaten Malang yang mengamankan kampanye terbuka Partai Demokrat kali ini,” katanya.