REPUBLIKA.CO.ID, UNGARAN —- Para pemimpin yang lahir dari proses politik transaksional tidak akan menerima kekuasaan sebagai sebuah amanah. Politik model ini, menurut kandidat capres dari PKB, Mahfud MD, hanya akan melahirkan para pemimpin yang menjadikan kekuasaan sebagai fasilitas.
Menurut Mahfud, para pemimpin yang lahir dari proses yang tidak sehat --pada akhirnya-- juga akan melahirkan kepemimpinan yang tidak sehat dan cenderung tidak amanah.
“Inilah yang kemudian menjadikan tata kelola kenegaran kita menjadi salah,” tegas Mahfud pada pelantikan pengurus cabang (PC) Nahdlatul Ulama Kabupaten Semarang, di gedung Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI) Kabupaten Semarang, di Ungaran, Ahad (23/3).
Di hadapan massa Nahdliyin Kabupaten Semarang, Mahfud menambahkan, data dan fakta yang pernah dilansir oleh Kementerian Dalam Negeri, dari 460 kepala daerah (bupati/walikota) se- Indonesia, hampir dua pertiganya kesandung kasus korupsi.
Sebanyak 318 dari 460 bupati/ walikota se-Indonesia terlibat tindak pidana korupsi. Demikian pula 18 dari 33 gubernur di negeri ini.
Belum lagi anggota wakil rakyat dan menteri yang juga terlibat korupsi. “Data ini semakin menegaskan politik transaksional juga melahirkan pemimpin yang korup,” tambah Mahfud.
Karena itu, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini mengajak seluruh warga Nahdliyin untuk bergerak dan berpartisipasi membenahi politik transaksional yang sudah membudaya di negeri ini.
Warga Nahdliyin tidak boleh tinggal diam dan harus berani berbuat untuk perubahan Indonesia. “Jika warga Nahdlatul Ulama tutup mata berarti kita membiarkan bangsa ini menuju kehancurannya,” tegas Mahfud.