REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggaran bantuan sosial (bansos) mengalami perubahan jumlah yang signifikan dalam APBN 2014, dari semula Rp 55,8 triliun melonjak menjadi Rp 91,8 triliun. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun mengingatkan agar penggunaan dana bansos itu harus sesuai dengan aturan.
Di tahun politik ini, muncul kekhawatiran terjadi penyelewengan dana bansos untuk kepentingan tertentu. Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon mengatakan, dana bansos rawan dimanfaatkan untuk kepentingan politik.
"Dalam situasi menjelang pemilu, dana bansos bisa dimanfaatkan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab untuk kepentingan kampanye maupun pencitraan semata," kata dia, dalam keterangan pers tertulisnya, Rabu (26/3).
Fadli menilai peringatan dari KPK sudah tepat. Ia mengkhawatirkan adanya pihak yang mempunyai kewenangan untuk mencairkan dana bansos itu terlibat konflik kepentingan karena bertarung dalam pemilu. Ia menilai harus ada perhatian besar terhadap potensi penyalahgunaan dana bantuan itu.
Wakil Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto juga menilai ada beberapa kerawanan dalam dana bansos. Selain rawan diselewengkan untuk kepentingan politik kekuasaan, ia juga melihat potensi sebagai pencitraan. "Sebagai suatu bentuk bagaimana menggunakan APBN untuk politik populis," kata dia.
Hasto menilai, perlu ada pengawasan terhadap penggunaan dana bansos itu. Di sisi lain, ia menilai, alokasi dana yang sudah dirancang untuk masyarakat memang harus disampaikan. "Alokasi dana yang memang sudah didesain untuk keberpihakan kepada rakyat dapat digunakan sebaik-baiknya tanpa adanya manipulasi untuk kepentingan politik kekuasaan," ujar dia.