Ketum PAN Hatta dan Menhut Zulkifli Hasan saat bersilaturahim ke Republika
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PAN menggagas reformasi gelombang II. Ini adalah reformasi struktural. Ini reformasi pemikiran, bukan lagi harus mendudukkan parlemen. Fokusnya politik kesejahteraan, pemerataaan kesejahteraan. “Ini yang kami usung,” jelas Ketum PAN, Hatta Rajasa, saat mengunjungi Republika, Kamis (27/3).
Hatta menjelaskan, ada delapan agenda. Semuanya terangkum dalam lima agenda reformasi dan tiga konsolidasi. Agenda reformasi pertama adalah reformasi agraria. Arahnya revitalisasi tata guna lahan langsung demi meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Kalau tidak dilakukan maka akan timpang. Ketimpangan jauh. Ada yang menguasai satu juta hektar lahan. Ini beberapa kali luas Singapura. Ada yang berkelahi karena lahan. Ini bukan berarti bagi - bagi lahan. “Ini bermuara pada keadilan. Harus adil. Selain itu juga harus mengarah kepada peningkatan kesejahteraan,” jelas Hatta.
Kedua, reformasi industri. Arahnya adalah hilirisasi industry. Tujuannya mengurangi ketergantungan terhadap impor. Harus juga membangun industri yang bernilai-tambah (value-added). Manufaktur berbasis sumber daya alam lokal. Ini termasuk reformasi pengelolaan sumber daya alam dan energi.
Renegosiasi sebagai pilar mengembalikan kedaulatan. “Pak Boy (Garibaldi Thohir, Presdir PT Adaro Energy) membayar 13,5 persen. Ini terbesar di dunia,” jelas Hatta. Ada yang bayar cuma satu persen. Royalti adalah simbol kedaulatan negara. Ada hak negara disana. Ini adalah hilir sebuah reformasi.
Ketiga adalah reformasi pangan. Hal ini diarahkan kepada pembangunan kedaulatan pangan demi kesejahteraan rakyat. Keempat energi, membangun kemandirian energi dan kemampuan beradaptasi, serta tanggap terhadap perubahan geostrategis. Kelima adalah reformasi birokrasi. “Kita inginkan pelayanan publik yang efisien,” jelas Hatta.
Tiga agenda konsolidasi adalah pertama otonomi daerah. Ini harus diperkuat. Kedua konsolidasi demokrasi. Ini adalah reformasi jilid dua. Arahnya politik kesejahteraan. Demokrasi adalah jalan menuju kesejahteraan. Kemudian harus dibangkitkan nasionalisme baru.
“Kita harus membangun pemihakan terhadap produk lokal, meningkatkan kualitasnya agar mampu bersaing dengan produk impor,” kata Hatta. Silakan jeruk Cina masuk sebagai barang impor, tapi tetap mengonsumsi jeruk Pontianak. Seperti itu. “Kalau kita menolak impor, maka produk sawit kita di luar negeri juga akan terancam,” imbuhnya.
Erdy Nasrul