“Aku maunya sih pilih caleg perempuan. Untuk DPRD Kota Depok ada yang bagus, dan aku tahu orangnya. Aku akan pilih dia. Tapi untuk DPRD Jabar dan DPR masih bingung karena nggak ada yang kenal,” kata Triwulan di Depok, Sabtu (30/3).
Triwulan punya alasan kuat untuk memilih caleg perempuan. Menurutnya semakin banyak perempuan jadi angota DPR, maka kepentingan perempuan akan makin bisa diperjuangkan. "Saya berharap dengan banyaknya perempuan kepentingan perempuan bisa lebih terwakili,” katanya.
Ibrahim Aji (32 tahun) calon pemilih lainnya mengatakan, tidak memutuskan pilihan berdasarkan gender. Tapi karyawan swasta yang tinggal di Pondok Pinang, Jakarta Selatan inimelihat anggota legislatif perempuan lebih menjanjikan karena tidak banyak yang korupsi dibandingkan laki-laki.
“Memang ada juga satu dua anggota DPR perempuan yang tersangkut korupsi. Tapi kebanyakankan laki-laki. Kalau perempuan biasanya kan lebih malu kalau korupsi,” tuturnya.
Namun dia tak yakin calon yang akan dipilihnya nanti akan lolos. Sebabnya, caleg yang hendak dipilih Ibrahim hanya menempati urutan buntut atau nomor urut bawah.
“Masalahnya parpol itu jarang menempatkan perempuan di nomor jadi. Kebanyakan nomor buncit. Sepertinya partai itu menjadikan caleg perempuan cuma sekadar untuk menarik suara saja,’’ keluhnya.
‘Nomor urut jadi’ dalam Pemilu 2014 ini memang masih dikuasai caleg pria. Rapid Mapping andAssesment terhadap caleg perempuan yang dilakukan oleh Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) menyebutkan, perempuan memang tidak banyak menempati nomor jadi. Dari 636 caleg perempuan yang disurvei, hanya 25,7 persen saja yang menempati urutan 1 sampai 3.
Padahal penelitian yang dilakukan oleh Pusat Kajian Politik (Puskapol) FISIP Universitas Indonesia menunjukkan, dari 103 caleg perempuan yang berhasil menembus Senayan pada Pemilu 2009 lalu, kebanyakan adalah yang berada di nomor urut 1 dalam daftar caleg.Jumlahnya mencapai 44 persen. Peringkat berikutnya adalah nomor urut 2 sebanyak 29 persen dan nomor urut 3 sebesar 20 persen. Itu artinya nomor urut sangat menentukan keterpilihan caleg. Mereka yang menempati nomor urut lebih kecil berpeluang lebih besar untuk terpilih.
Pilih perempuan
Dibandingkan dengan pemilu-pemilu sebelumnya, dalam Pemilu 2014 ini jumlah caleg perempuan memang mengalami peningkatan. Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU)Hadar Nafis Gumay menyebutkan dari 6.607 caleg yang bertarung dalam Pemilu 2014 ini, sebanyak 2.467 di antaranya adalah caleg perempuan. Angka itu mengalami peningkatan sebesar tujuh persen dibandingkan pemilu sebelumnya. Pada pemilu 2009 jumlah caleg perempuan hanya 30 persen dari total caleg, pada Pemilu 2014 ini jumlahnya menjadi 37 persen. Sedangkan caleg perempuan untuk Dewan Perwakilan Daerah (DPD) meningkat dari 11 persen menjadi 12,47 persen.
“Banyaknya caleg perempuan yang berpolitik patut diapresiasi. Caleg perempuan sadar akan hak mereka yang sama dengan laki-laki dalam berpolitik," kata Hadar beberapa waktu lalu.
Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Linda Gumelar mengakui ada peningkatan jumlah caleg perempuan dalam pemilu kali ini dibandingkan pemilu sebelumnya. Namun menurut Linda, perjuangan tidak berhenti pada kuota 30 persen calegperempuan. Pihaknya, kata Linda mendorong agar terjadi peningkatan partisipasi perempuan di parlemen.
“Kita mengimbau pemilih untuk mempertimbangkan sosok perempuan agar duduk di kursi parlemen, “ kata Linda kepada Republika, Sabtu (30/3).
Linda memaparkan, perempuan penting berpartisipasi di parlemen karena dua hal. Pertama, hal tersebut merupakan hak politik kaum perempuan. Setiap waga negara mempunyai hak politik yang sama untuk duduk di parlemen, baik laki-laki maupun perempuan. Kedua, dengan adanya perempuan di parlemen diharapkan mereka bisa memperjuangkan isu yang berkaitan dengan kepentingan perempuan dan anak, dengan lebih maksimal.
“Banyak persoalan yang membutuhkan aspirasi perempuan, seperti masalah pendidikan, pengarusutamaan gender, kesehatan, tenaga kerja, usaha kecil dan menengah, dan sebagainya,” papar Linda.
Linda juga berharap kehadiran perempuan di legislatif bisa membuat wajah politik yang terkesankeras jadi lebih lembut. "Kita harus mencoba agar politik kesannya tidak lagi keras," ujarnya.
Pada pemilu 2004 hanya ada 65 caleg perempuan (11 persen) yang terpilih untuk duduk di DPR. Pada Pemilu 2009, jumlah itu meningkat menjadi 103 orang atau 18 persen. Linda mengharapkan, pada Pemilu 2014 jumlah perempuan yang berhasil lolos ke Senayan bisa lebih banyak lagi.
“Banyak caleg perempuan yang berpotensi, dan kita mendorong mereka agar terpilih.”
Butuh kerja keras
Koordinator Pokja Referensi Kebijakan KPI, Mieke Verawati, mengatakan, KPU memangmampu meletakkan mandat 30 persen calon legislatif perempuan . Namun 30 persen itu baru calon, sedangkan bagaimana mewujudkannya membutuhkan kerja keras. Ia menjelaskan bahwa sebagian besar caleg yang maju pada pemilu ini belum berpengalaman dalam berpolitik.
“Dalam Pemilu 2014 ini kebanyakan mereka adalah pendatang baru. Mereka ini kurangberpengalaman, namun punya semangat dan perlu diberdayakan, “ tutur Mieke dalam diskusi tentang caleg perempuan di Jakarta, Jumat (29/3).
Mieke merinci, caleg perempuan pendatang baru yang ikut Pemilu 2014 mencapai 70 persen.Sisanya adalah para incumbent atau anggota legislatif yang mencalonkan lagi. Selain harus bersaing dengan incumbent yang lebih berpengalaman, para caleg perempuan pendatang baru ini juga harus menghadapi para caleg terkenal atau selebritis. Pengalaman Pemilu 2009, caleg perempuan yang berhasil menembus Senayan kebanyakan terdiri dari figur populer seperti selebritis yang mencapai 25 persen dan 40 persen lainnya yang berasal dari dinasti politik, yang tentunya sudah matang berpolitik.
Karena itulah, menurutnya para caleg perempuan ini perlu diberdayakan. Celakanya, menurut Mieke, partai politik belum melakukan upaya peningkatan kapasitas caleg perempuan. Jangankan meningkatkan kapasitas, bahkan 9 dari semua parpol yang ikut pemilu dalam AD/ART nya tidak ada aturan yang berisi peningkatan kapasitas calegnya, apalagi perempuan.
“Soal kuota 30 persen caleg perempuan, parpol memang mendorong agar lolos. Tapi hanya sebatas itu, bukan merupakan kesadaran bahwa proses politik perlu keterwakilan perempuan, “keluh Mieke.
Direktur Eksekutif Puskapol UI, Sri Budi Eko Wardani mengatakan sejumlah caleg perempuan yang bertarung di Pemilu 2014 ini cukup bagus. Namun mereka tetap harus berjuang keras karena persaingannya sangat ketat. Para caleg perempuan itu selain bersaing dengan calon dari partai lain, juga bersaing di dalam parti sendiri baik dengan laki-laki maupun perempuan.
Dia menjelaskan bahwa pemilih sekarang tidak lagi melihat jenis kelamin sebagai faktor utamauntuk menentukan pilihannya. Pemilih lebih melihat siapa calonnya, siapa yang lebih dapatmereka percaya .
“Dalam kondisi seperti ini, kampanye yang dilakukan idealnya berbasis isu, turun ke dapil menyerap aspirasi pemilihm, dan menggalang jaringan di akar rumput,” saran wanita yang akrab dipanggil Dani itu kepada Republika, Sabtu (30/3).
Mieka setuju dengan Dani. Menurutnya caleg sekarang seharusnya mengubah mind set ,masyarakat pemilih sudah cerdas. Kampanye caleg perempuan tidak harus dengan membagikan selendang, jilbab, atau pelangsing tubuh. “Kampanye hendaknya dilakukan dengan mendekati ke basis-basis pemilih.”
Caleg perempuan, menurutnya harus punya visi dan misi yang jelas. Mereka juga dituntut punyaetika politik, dan punya kerja politik yang jelas.
Linda Gumelar mengatakan tema-tema kampanye caleg perempuan yang sesuai dengan pemilih menjadi keunggulan caleg perempuan. Misalnya soal kesehatan reproduksi, keluarga, maupunusaha kecil.
Dia juga berharap agar semua pihak lebih obyektif melihat caleg perempuan. Artinya caleg perempuan tidak hanya dilihat sisi negatifnya saja, seperti yang banyak terjadi selama ini.Menurutnya caleg laki-laki ada yang bagus dan ada yang tidak. Begitupun juga dengan caleg perempuan. Mestinya, kata dia, caleg yang bagus tidak bisa dikesampingkan hanya kerena dia perempuan.
“Pilihlah karena potensinya. Caleg perempuan itu bukan sekadar pajangan atau untuk memenuhi kewajiban kuota partai politik saja,” tegasnya.