Petugas menunjukkan alat bantu braile bagi pemilih tuna netra di Kantor Panitia Pemungutan Suara (PPS) Kelurahan Menteng Atas, Jakarta, Jumat (28/3). (Republika/Aditya Pradana Putra)
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pelaksanaan Pemilu selalu dibayangi dengan manipulasi. Tahapan manipulasi yang paling rawan terjadi adalah saat penghiungan suara seusai pencoblosan berlansung.
Pengamat politik dari Lingkar Madani Indonesia (LIMA) Ray Rangkuti menilai perlu kewaspadaan dari semua pihak akan kemungkinan terjadinya kecurangan di Pemilihan Umum 2014, jika dilihat dari sejarah, pelaksanaan pemilu dan pilkada di Indonesia tak sepi dari proses manipulasi.
"Manipulasi lazim terjadi terutama saat proses perhitungan suara mulai dari jumlah Daftar Pemilih Tetap yang tidak ada kejelasan yang tegas, surat suara dicetak dengan adanya kelebihan apakah sudah dimusnahkan atau belum, kotak suara terbuat dari kardus yang mudah sekali dirusak, dan indikasi lainnya modus semakin berkembang sesuai situasi yang dihadapi dan menunjukkan bahwa proses pemilu belum berjalan lancar. Pelanggaran atau manipulasi bisa mengganggu tahapan pemilu sehingga pemilu dianggap tidak sah," papar Ray, Senin (31/3).