REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Buruh migran Indonesia di Hong Kong menilai sosialisasi pelaksanaan pemilu legislatif oleh panitia pemilihan luar negeri (PPLN) dan Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) masih kurang. Sehingga antusiasme pemilih untuk menggunakan hak pilihnya pada Ahad (30/3) kemarin tidak begitu tinggi.
"Sosialisasi masih kurang. Pendataan KJRI juga tidak maksimal," kata Fera Nuraini, buruh migran Indonesia di Hong Kong, melalui surat elektronik, Selasa (1/4).
Menurut dia, sebagian besar buruh migran masih apatis terhadap partai politik dan caleg. Sehingga pemilu dinilai tidak akan bisa membawa perubahan ke arah lebih baik.
Selain itu, beberapa buruh migran enggan datang ke Victoria Park yang dijadikan tempat pencoblosan. Karena alasan jarak yang jauh dan malas melowongkan waktu liburnya untuk kegiatan yang dinilai tidak akan begitu membawa manfaat.
Meski begitu, Fera yang sudah berdomisili di Hong Kong selama 8,5 tahun itu menilai upaya dari pihak KJRI juga belum maksimal. Terutama terkait pendataan pemilih. Buktinya, dari 7.000 orang yang menggunakan suaranya di TPS, 4.000 di antaranya tidak terdaftar dalam daftar pemilih tetap luar negeri (DPTLN).
Karenanya, Fera berharap pada pemilihan presiden nanti dapat dilakukan pendataan DPTLN ulang. Buruh migran juga menginginkan meski tidak terdaftar dalam DPTLN, mereka diberikan kesempatan pada waktu yang sama untuk menggunakan hak pilihnya. Tidak perlu menunggu hingga pukul 15.00 - 17.00 sore untuk bisa mencoblos.
"Untuk pilpres nanti jangan sampai pendataan seperti pileg ini. Dan bagi yang tidak terdata dan ingin nyoblos, waktunya disamakan saja dengan yang punya kertas suara atau terdata, karena tidak semua BMI jam tiga sampai lima sore masih di lapangan, " ujarnya.
Sebelumnya, Migrant Care menyatakan pemilihan legislatif pendahuluan yang dilangsungkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) di Hong Kong, Ahad (30/3) kemarin belum mampu menggenjot partisipasi pemilih. Dari total daftar pemilih tetap luar negeri (DPTLN) Hong Kong yang mencapai 117.065, yang tercatat memberikan hak pilihnya hanya sekitar 7.000 orang.
"Antusiasme buruh migran cukup tinggi, tapi itu belum berbanding lurus dengan hasil pemilu pendahuluan (early voting) kemarin. Hanya 7.000 orang yang memilih, dan 4.000 di antaranya tidak terdaftar dalam DPTLN," kata Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayah yang melakukan pemantauan langsung di Hong Kong.