REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta BPK mengaudit penggunaan anggaran kampanyenya sebagai Juru Kampanye Nasional Partai Demokrat, menteri dan para kepala daerah.
"Saya minta BPK untuk mengaudit dana kampanye saya, mana yang menjadi tugas kewajiban negara dan dana yang sepenuhnya menggunnakan dana kampanye dan bukan dengan anggaran negara. Saya minta BPK sungguh mengaudit anggaran itu agar masyarakat tidak curiga. Saya minta Mendagri untuk melakukan hal yang sama antara gubernur, wali kota, menteri, dan pejabat negara lainnya. Saya ingin semua tertib," katanya saat membuka sidang kabinet paripurna di kantor presiden, Selasa (1/4).
Ia meminta agar BPK melakukan audit yang resmi. Sebab, politik yang sedang dipraktikan adalah politik tingkat tinggi. Pejabat negara sudah diingatkan untuk tidak menggunakan fasilitas negara, undang-undang pun mengatur hal tersebut.
"Saya sudah memberikan contoh. Saya tidak pernah pakai fasilitas negara seperti bandara atau fasilitas lain," katanya.
SBY kembali menekankan tak akan melanggar aturan kampanye dengan menggunakan fasilitas negara. Ia mengatakan pengamanan dan kelengkapan negara yang melekat padanya adalah warisan pemerintahan sebelumnya. Ketika Megawati Soekarnoputri menjabat dan ketika ia baru periode pertama menjabat sebagai presiden, pola itu sudah diterapkan.
"Presiden dan wakil presiden -ini berlaku secara internasional- wajib mendapat pengamanan dan perangkat melekat dalam rangkaian pemilu, di luar itu tidak boleh menggunakan aggaran negara. Saya sebagai pejabat negara tunduk dengan aturan yang berlaku. Saya juga lakukan tahun lalu, Megawati-Hamzah Haz juga aturannya sama. Saya mengindahkan aturan itu," katanya.