Simpatisan mengibarkan bendera Partai Persatuan Pembangunan (PPP) saat kampanye PPP Tugu Proklamasi, Jakarta Pusat, Sabtu (5/4). (Republika/Prayogi)
REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA - Ketua Badan Pengawas Pemilu DIY Muhammad Nadjib menengarai massa yang datang pada saat kampanye bukan kader militan partai yang berkampanye.
''Bukan rahasia lagi ada jasa pengerah massa dan mereka bekerja mencari sesuap nasi, kata Nadjib, Sabtu (5/4). Hal itu juga diakui Indah, warga Kayen Jalan Kaliurang kilometer tujuh. Dia mempunyai seorang tetangga yang mengakunya menjadi koordinator peserta kampanye.
''Selama masa kampanye, hampir setiap hari dia ikut kampanye dengan melakukan konvoi pakai sepeda motor dan knalpot blombongan yang memekakkan telinga. Partai politik (parpol) yang dia ikuti pun berbeda-beda. Kalau ada Kampanye PDIP dia mengenakan kaos PDIP, kalau ada kampanye PPP dia mengenakan kaos PPP dan seterusnya,'',''tutur Indah salah seorang pengusaha makanan ini, Sabtu (5/4).
Indah mengungkapkan tetangganya tersebut mengaku berkampanye setiap hari tetapi parpolnya berbeda-beda dan hanya kaosnya saja yang ganti-ganti, yang penting dapat uang. Dikatakan Indah, tetangganya tersebut tangannya bertato dan setiap kampanye mendapat Rp 1 juta untuk mengerahkan 10 orang dan setiap orang mendapat Rp 100 ribu. ''Tetangga saya katanya bisa mengerahkan orang sampai 25 orang,''ujarnya .
Menurut Nadjib, mereka yang ikut konvoi dalam kampanye jarang yang bertahap di arena kampanye untuk mendengarkan visi misi yang disampaikan oleh jurkam (juru kampanye) . ''Dari evaluasi kami di banyak kampanye, elit partai gagal kampanye untuk fokus mendengarkan kampanye. Hal ini merata di parpol dan ini sudah pada taraf mengganggu kampanye.''tuturnya.