REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Masa tenang pemilu legislatif 7-8 April ditengarai rawan kecurangan. Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Politik untuk Rakyat (JPRR) Muhammad Afifuddin mengatakan bahwa ada kemungkinan kecurangan pada saat masa tenang ini.
"Ada potensi kecurangan saat masa tenang, biasanya dilakukan oleh para peserta pemilu seperti membagikan sembako dan uang," ujarnya, Senin (7/4).
Penilaiannya didasarkan pada pengamatan terhadap para peserta pemilu. Mereka, sebut Afifuddin, memaksimalkan kegiatannya saat awal kampanye dan sebelum pemilu atau masa tenang. "Para peserta pemilu mengadakan kegiatan saat masa tenang dengan berbagai alasan agar tidak menyalahi aturan, namun tujuannya adalah untuk memperoleh dukungan suara. Masyarakat juga harus aktif memantau, mengawasi dan melaporkan, apakah kegiatan tersebut menyalahi aturan pemilu," imbuhnya.
Sementara menurut aktivis dan organisatoris reformasi 1998 Willy Aditya mengatakan, masa tenang menjelang hari pemilihan diperuntukkan agar penyelenggara pemilu bisa lebih siap dihari H.
"Bagi pemilih ini waktunya memikirkan dan memilah kembali siapa caleg yang paling layak dipilih, setelah hampir 6 bulan waktu sosialisasi dan 21 hari masa kampanye terbuka. Pemilih sudah disuguhi berbagai cara kampanye dari partai dan caleg agar mereka layak dipilih. Hampir semua ruang menyuguhkan visi, misi dan program dan rakyat tentu butuh waktu untuk menentukan pemilih," paparnya.
Willy menambahkan, masa tenang menjadi sangat rawan kecurangan karena bertemunya kepentingan pragmatis caleg dan rendahnya kepercayaan rakyat.
"Bagi Caleg yang ragu terhadap sosialisasi selama ini dia lakukan, apalagi memiliki kemampuan pendanaan lebih, tentu akan mencari cara curang di masa tenang agar dipilih rakyat. Hal ini bisa terlaksana karena rendahnya kepercayaan rakyat terhadap integritas partai dan caleg yang akhirnya menuntut materi langsung walau kecil. Selain itu, Bawaslu harus bekerja ekstra keras, agar kecurangan bisa diminimalisir pada masa tenang dan hari H. Dan kepada pemilih kita berharap agar ikut serta mengawasi dan tidak tergiur materi yang bisa merusak masa depan negara dan bangsa," ujar mantan Direktur Populis Institute ini.