Home >> >>
Sembilan Caleg Ini Tak Laik Pilih
Senin , 07 Apr 2014, 12:02 WIB
Republika/ Tahta Aidilla
Poster caleg partai politik telah tersobek dikawasan Gondangdia, Jakarta Pusat, Kamis (3/4).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Inisiatif warga untuk kerja pemantauan tayangan televisi di Indonesia yang tergabung dalam Remotivi dan Koalisi Gerakan Frekuensi Milik Publik mencatat sembilan calon anggota legislatif yang tidak laik dipilih dari perspektif media penyiaran. Mereka tidak laik menduduki parlemen karena terindikasi berlawanan dengan semangat mendahulukan kepentingan publik, tidakpaham dunia penyiaran, serta mendukung pemanfaatan frekuensi siaran televisi untuk kepentingan parpol.

"Kami memulainya dari nama-nama caleg yang sebelumnya telah duduk di Komisi I DPR periode 2004-2009. Lalu kami kembangkan dengan menelusuri caleg-caleg di luar komisi I," kata Koordinator Gerakan Frekuensi Milik Publik, Roy Thaniago, di gedung Bawaslu, Jakarta, Senin (7/4).

Dari sembilan caleg tersebut, tujuh di antaranya merupakan caleg petahana. Yakni Susaningtyas Nefo Handayani Kertapati, anggota Komisi I DPR sekaligus caleg Partai Hanura dari Dapil Jateng 1V. Kedua, Nurul Arifin anggota Komisi I dan caleg Partai Golkar dari Dapil Jabar VII.

Ketiga, Ajeng Ratna Suminar, anggota Komisi I DPR yang kembali menjadi caleg dari Partai Demokrat dari Dapil Jabar II. Keempat, Max Sopacua, anggota Komisi I DPR, caleg Partai Demokrat dari Dapil Jabar V. Kelima, anggota Komisi I DPR seklaigus caleg Partai Golkar dari Dapil Jabar II, Agus Gumiwang Kartasasmita. Keenam, Caleg petahana Partai Gokar dari Dapil DKI Jakarta III, Tantowi Yahya. Ketujuh, Ketua DPR yang kembali maju menjadi caleg dari Dapil DKI Jakarta III, Marzuki Alie.

Remotivi dan Gerakan Frekuensi Milik Publik, juga mencatat satu orang wartawan yang maju menjadi caleg Partai Hanura dari Dapil Jawa Barat I, Arief Suditomo. Serta Menteri Komunikasi dan Informatika Tiffatul Sembiring. Politisi dari PKS itu juga maju menjadi caleg dari Dapil Sumatera Utara I.

Redaktur Remotivi ,Indah Wulandari, mengatakan, ada beberapa alasan yang mendasari sembilan caleg tersebut tidak laih dipilih pada 9 April 2014 nanti. Susaningtyas Nefo Handayani Kertapati dinilai lebih banyak mementingkan kepentingan Partai Hanura selama menjabat sebagai anggota Komisi I DPR. Terbukti dari pernyataannya yang diberitakan sejumlah media online dan cetak. Yang menyangkut konglomerasi media, kuis kebangsaan Hary Tanoe, dan sempritan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) kepada lembaga penyiaran milik Hary Tanesudibjo.Susaningtyas pernah mengeluarkan pernyataan bahwa konglomerasi media bukan dosa bisnis dan dosa politik. 

Pernyataan membela pimpinan partai yang menjadi pemilik media, juga pernah disampaikan Nurul Arifin dan Tantowi Yahya dari Partai Golkar. Pernyataan tersebut menyangkut blocking time Partai Golkar di TVRI. Serta pernyataan Tantowi di Republika yang mengatakan Partai Golkar tidak khawatir frekeunsi iklan mereka yang tinggi di stasiun televisi membuahkan sanksi. Hal itu berdasar pada tingginya penyiaran iklan Partai Golkar di TV One.

Sementara Max Sopacua dianggap tidak laik pilih karena terindikasi menjadi pengendali di TVRI dengan menempatkan orangnya di dalam. Tercatat beberapa tender di TVRI dimenangkan melalui mekanisme kong kalikong. Selain itu, Max, Ajeng Ratna Suminar, dan Marzuki Alie juga mengeluarkan pernyataan tidak memihak kepentingan publik terkait penyiaran konvensi Partai Demokrat di TVRI. Marzuki pernah memberikan pernyataan bahwa konvensi bukan urusan partai, tetapi juga urusan negara.

Sementara Arief Suditomo yang menjabat sebagai pimpinan redaksi RCTI, dinilai tidak laik dipilih pada pileg nanti. Karena secara etika jurnalistik wartawan yang masuk ke dalam ranah politik harus berhenti dari pekerjaan jurnalistik. Namun Arief baru berhenti pada 10 Maret 2014, satu bulan sebelum pileg digelar.

Tiffatul Sembiring juga dinilai tidak laik dipilih. Menteri yang juga menjabat anggota Majelis Syuro PKS itu dinilai membuat kebijakan-kebijakan yang kerap kali berlawanan dengan upaya demokratisasi penyiaran. Misalnya saja, dengan bersikukuh mengeluarkan Permen Kominfo nomor 22 tahun 2011 tentang penyelenggaraan siaran TV digital teresterial meski belum terakomodasi dalam UU Penyiaran. Tiffatul juga gagal menegakkan amanat UU Penyiaran dalam hal sistem stasiun jaringan dan juga tidak responsif terhadap situasi penyiaran yang terdapat banyak pelanggaran serius. 

Karena itu, Remotivi dan Koalisi Frekuensi Milik Publik menilai, sembilan caleg tersebut tidak laik dipilih pada pemilu legislatif yang tinggal dua hari lagi akan digelar.

Redaktur : Muhammad Hafil
Reporter : ira sasmita
  Isi Komentar Anda
Komentar adalah tanggapan pribadi, tidak mewakili kebijakan redaksi republika.co.id. Redaksi berhak mengubah atau menghapus kata-kata yang tidak etis, kasar, berbau fitnah dan pelecehan, intimidasi, bertendensi suku, agama, ras, dan antar golongan. Setiap komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab pengirim.

Republika.co.id berhak untuk memberi peringatan dan atau menutup akses bagi pembaca yang melanggar ketentuan ini.
avatar
Login sebagai:
Komentar