REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua MPR Hajriyanto Y Thohari menilai sistem pemilu dengan proporsional terbuka semakin menimbulkan politik uang di kalangan calon legislatif dan partai politik.
"Sistem pemilu proporsional terbuka dengan suara terbanyak sangat membuka (peluang) politik uang karena sistem itu bersifat sangat personal," kata Hajriyanto dalam pesan 'blackberry' di Jakarta, Selasa (8/4).
Dia mengatakan, sistem pemilu yang terlalu personal dengan memilih nama caleg seperti sekarang ini tidak sesuai dengan watak bangsa. Menurut dia, sistem pemilu Indonesia harus dikembalikan ke sistem pemilu yang impersonal, yaitu memilih tanda gambar, memilih lambang, memilih simbol partai.
"Sistem proporsional tertutup bisa meminimalisasi praktik politik uang," ujarnya. Sistem pemilu proporsional tertutup adalah yang paling cocok dengan watak bangsa dan paling paralel dengan bangsa yang sangat majemuk ini.
Namun di sisi lain menurut dia, parpol harus lebih selektif dalam menempatkan kadernya dalam sistem proporsional tertutup itu.
"Parpol bukan hanya harus selektif (dalam rekrutmen kadernya) melainkan juga harus melaksanakan kaderisasi yang baik dan sistemik. Parpol juga harus bersih dari nepotisme," tegasnya.
Dia menilai politik uang yang terjadi sudah menjadi tradisi dan budaya di setiap pemilu legislatif, seperti halnya dengan korupsi, kolusi, dan nepotisme. Menurut dia, karena sudah jadi tradisi maka caleg yang tidak membagi-bagi amplop justru yang dianggap abnormal.