REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Partisipasi pemilih tuna netra dalam pemilu legislatif (pileg) 2014 di Kota Bandung jauh menurun dibandingkan dengan pemilu sebelumnya. Hal itu diduga lantaran fasilitas untuk pemilih tuna netra tidak disediakan dengan baik oleh KPU.
Salah satu pemilih tunanetra di TPS 6 Kelurahan Pasirkaliki Kecamatan Cicendo Kota Bandung, Ade Rahmat (38 tahun), mengatakan, pemilu kali ini sangat 'tidak ramah' bagi penyandang tunanetra. Sebab, dari empat surat suara yang ada, hanya surat suara untuk DPD yang ada templatenya.
"Itu mungkin yang membuat teman-teman enggan memilih," katanya saat ditemui Republika usai mencoblos di Gedung Wyata Guna, Rabu (9/4).
Menurut Ade, dengan tidak adanya template surat suara, kekhawatiran pilihannya untuk disalahgunakan menjadi lebih besar. Sebab, pemilih menjadi tidak tahu siapa yang dicobloskan oleh panitia meski telah menyampaikan pilihannya.
Hal ini sangat berbeda dengan pileg 2009 lalu. Semua surat suara ada template yang terbuat dari huruf braille. "Kita kan jadi khawatir. Bilang mau pilih A tapi dicobloskan B kita juga nggak tau," ujarnya.
Sementara itu, Ketua TPS 6 di Gedung Wyata Guna Kelurahan Pasirkaliki Kecamatan Cicendo Dadan Hamdan mengakui, pada pemilu 2009 partisipasi penyandang tunanetra mencapai 60 persen. Sedangkan pada pemilu kali ini hanya 14 orang yang menggunakan hak pilihnya dari 152 orang.
Dadan yang juga menjadi panitia di TPS yang sama pada pemilu 2009 menduga, rendahnya partisipasi disebabkan lantaran tidak ada template surat suara yang terbuat dari huruf braile. Hanya surat suara untuk calon DPD yang ada templatenya.
Namun Dadan menolak jika dikatakan panitia memilihkan yang berbeda dengan apa yang dipilih oleh pemilih tunanetra. "Kita kan disumpah. Insyallah kami pilihkan sesuai pilihannya," ujarnya.