REPUBLIKA.CO.ID, UNGARAN -- Isu politik uang santer berhembus pada pencoblosan Pemilu Legislatif (Pileg) 2014, di beberapa desa di wilayah Kabupaten Semarang.
Sejumlah caleg ditengarai saling jor-joran duit, demi meraup simpati serta dukungan pemilih yang lebih masif. Terutama di desa- desa yang selama ini menjadi ‘lumbung’ suara dan dukungan. Hingga para caleg ini tak perlu berhitung panjang untuk menghamburkan duitnya.
Salah satunya adalah Desa Kalongan, di wilayah Kecamatan Ungaran Timur, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Santernya isu politik uang jelang pencoblosan Pileg 2014 ini tak ditampik oleh Kepala Desa (Kades) setempat, Yarmuji.
Desa Kalongan, jelasnya, merupakan desa potensial untuk meraup dukungan suara, karena jumlah daftar pemilih tetap (DPT) Pileg 2014 yang mencapai 7.130 pemilih.
Para pemilih di desa ini banyak dilirik para caleg untuk menyalurkan ‘syahwat’ politiknya. Sedikitnya ada lima nama caleg yang masuk dan memberikan uang kepada warganya. “Banyak warga kami yang menginformasikan politik uang ini. Hanya saja, praktik politik uang ini masih sulit untuk dibuktikan,” tegas Yarmuji, Rabu (9/4).
Akibatnya dugaan pelanggaran ini belum dapat diteruskan ke Panwaslu. Apalagi pihak yang tahu enggan menjadi saksi.
Ia mengaku prihatin dengan persoalan ini. Karena tidak sangat mendidik masyarakat. “Ini edukasi politik yang buruk kepada warga kami,” ujarnya.
Ketua Panwaslu Kabupaten Semarang, Agus Riyanto mengatakan, upaya pencegahan terhadap praktik pelanggaran pemilu sudah sering dilakukan. Baik melalui bentuk sosialisasi, rapat koordinasi yang dihadiri oleh parpol peserta pemilu dan semua pemangku kepentingan di semua tingkatan.
”Kami terus berupaya memantau di setiap desa dan kecamatan. Praktik praktik seperti ini bisa saja terjadi di luar pantauan karena memang tenaga kami terbatas,” tambahnya.