Aksi unjuk rasa menuntut pengusutan keterlibatan Jokowi dalam korupsi pengadaan bus TransJakarta di kawasan Bundaran HI, Jakarta, Selasa (1/4).
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Capres PDI Perjuangan (PDIP) Joko Widodo (Jokowi) diperkirakan tetap menjadi magnet politik pada pilpres 2014. Meski pun, pada pileg, ia gagal mendongrak suara partai moncong putih secara signifikan.
Pengamat media UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Iswandi Syahputra menjelaskan, ada kenaikan perolehan suara yang diraup PDIP pada pemilu tahun ini. Meski pun kenaikan itu tidak signifikan dibanding perolehan suara yang telah ditargetkan.
"Sepertinya PDIP sendiri terkena candu Jokowi. Sehingga lupa untuk memperbaiki atau menutupi kelemahan Jokowi. Kelemahan komunikasi Jokowi ini menjadi pelajaran penting bagi PDIP jika ingin tetap mengusung Jokowi sebagai capres," paparnya dalam keterangan resmi, Kamis (10/4).
Menurutnya, Jokowi tak cakap melakukan komunikasi dengan rakyat. Tak hanya itu, ia juga kurang piawai melakukan komunikasi dengan pemangku kepentingan politik lainnya.
"Pada sistem demokrasi multipartai ini berkomunikasi dengan partai politik lainnya juga tidak kalah penting. Ini tidak bisa diwakilkan oleh ketua umum partai. Jokowi harus melakukannya sendiri agar rakyat percaya Jokowi tidak berada di bawah bayang-bayang Megawati," jelasnya.
Menurut dia, gagalnya Jokowi effect menjadi antitesis terhadap kekuatan media yang berada di belakang Gubernur DKI Jakarta itu. Ini hal baru yang menarik untuk diteliti dalam studi media. "Dalam sosiologi media ada semacam kutukan, orang yang populer atau besar karena media akan hancur juga oleh media. Jangan sampai hal tersebut terjadi pada Jokowi," paparnya.
Quick count sementara menempatkan PDIP mendapat suara di kisaran 19 persen. Capaian suara tersebut meleset jauh dari perkiraan internal sebanyak 27 persen. Malah, sejumlah survei sebelumnya memprediksi PDIP akan meraup 35-40 persen suara karena adanya Jokowi.