Pendukung Joko Widodo (Jokowi) melakukan aksi spontan mendukung pencalonan Gubernur Jakarta itu sebagai presiden.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PDIP menduduki urutan tertinggi dalam hitung cepat sejumlah lembaga survei dengan torehan 19 persen. Angka itu naik dibandingkan Pemilu 2009, sebesar 14 persen.
Adapun, Partai Gerindra diperkirakan masuk tiga besar dengan menunjukkan hasil 12 persen. Meski begitu, torehan partai bentukan Prabowo Subianto tersebut melonjak lebih 170 persen.
Direktur Eksekutif Survey & Polling Indonesia (SPIN) Igor Dirgantara mengatakan, kinerja PDIP tidak terlalu mengesankan lantaran Jokowi Effect terbukti tidak nyata. Berkebalikan dengan pencapaian Gerindra, yang menurutnya, terbilang spektakuler.
"Ini luar biasa, Pemilu 2009, hanya mendapat 4,4 persen, sekarang hampir 12 persen. Sedangkan PDIP tidak ada kejutan yang berarti," kata Igor di Jakarta, Kamis (10/4).
Menurut Igor, PDIP hanya mengalami kenaikan 35 persen. Melihat kinerja lima tahun dan prediksi lembaga survei menjelang Pileg pada 9 April, tentu saja ia melihat tidak ada kontribusi signifikan dengan menjadikan Jokowi sebagai calon presiden.
Igor mempredikai, perolehan partai pimpinan Megawati Soekarnoputri itu pasti jauh lebih kecil dibandingkan dengan harapan petinggi PDIP. "Jokowi effect tidak terbukti sama sekali," ujar pengamar politik Universitas Jayabaya itu.
Yang membuat Igor terkejut, pengaruh Jokowi Effect ternyata masih berada di bawah Rhoma Irama Effect. Sebagai bukti, PKB mengalami kenaikan suara sebanyak 91 persen.
Jika di Pemilu 2009 hanya mendapat 4,9 persen maka di Pileg diperkirakan mendapat 9,4 persen. "Jadi, yang dahsyat kali ini, ya Gerindra Effect dan Rhoma Irama Effect."