REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Partai Keadilan dan Persatuan (PKP) Indonesia, Sutiyoso tidak terima dengan hasil hitung cepat perolehan suara pileg 2014. Kata dia, quick count yang menempatkan partai bentukannya itu sebagai partai paling bontot dalam perolehan suara nasional, adalah tak dapat dipercaya.
"Kami (PKP Indonesia) tetap menunggu real count (hitung resmi) dari KPU (Komisi Pemilihan Umum)," kata Bang Yos, - begitu panggilan akrabnya -, saat konfrensi pers di aula Markas PKP Indonesia, Jakarta, Jumat (11/4). Kata dia, dirinya tidak sekalipun percaya dengan hasil hitung cepat tersebut.
Seperti diketahui, hasil hitung cepat oleh hampir seluruh lembaga survei di Indonesia, menempatkan partai 'Bang Yos' ini berada pada posisi paling bawah dalam perolehan suara. Yakni, tidak sampai menapaki angka 1,5 persen perolehan suara tingkat nasional.
Perolehan suara itu memupuskan harapan PKP Indonesia, untuk mendudukkan 560 calon legislatif (caleg)nya di kursi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI. Ketentuan perundangan, mengharuskan, partai peserta pemilu, harus punya modal 3,5 persen suara hasil pileg, agar bisa masuk ke Senayan.
Mantan Gubernur DKI Jakarta itu meyakini, hasil hitung cepat yang dilakukan internal PKP Indonesia menunjukkan perolehan suara partainya melebihi ambang batas syarat masuk ke DPR RI, yakni di atas 3,5 persen suara. "PKP Indonesia itu saja 13 partai yang bergabung. Dari situ kekuatannya (prediksi suara) saja sudah 6,7 persen suara," terang Bang Yos.
Lebih lanjut dia menjelaskan, hasil hitung cepat pada Rabu (9/4), merupakan upaya mendiskreditkan partai bikinannya juga partai kecil lainnya. Perolehan suara versi hitung cepat itu pun, dikatakan dia mempengaruhi mental kader dan para caleg PKP Indonesia.
Untuk itu, dikatakan dia, PKP Indonesia akan membandingkan hasil hitung yang dilakukan internal partai, dengan perolehan suara partainya saat penghitungan manual di KPU, nanti. Itu dikatakan dia sebagai satu-satunya cara memastikan partai bikinannya itu, dapat lolos syarat ambang batas menduduki kursi DPR RI.