Warga memasukkan surat suara ke dalam kotak dalam pemilihan Umum (Pemilu) Legislatif ulang di TPS 20, Desa Banteng, Ciampea, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Ahad (13/4).
REPUBLIKA.CO.ID, BANDAR LAMPUNG -- Praktik kotor dalam politik agar bisa lolos ke parlemen semakin menjadi. Upaya penggelembungan suara calon anggota legislatif (caleg) kian marak di wilayah pemilihan Lampung pada pemilihan anggota legislatif (pileg) tahun ini.
Tim saksi caleg Dwi Aroem Hadiyati, menjelang rapat pleno rekapitulasi suara caleg dan partai KPU kabupaten/kota di Lampung, menemukan dugaan pengglembungan suara caleg di tingkat Panitia Pemungutan Suara (PPS). “Temuan kami di lapangan, ada penggelembungan suara caleg tertentu, agar bisa lolos,” kata Ketua Tim Saksi Aroem, Hasrat Tanjung, di Bandar Lampung, Sabtu (19/4).
Menurut dia, data perolehan suara caleg antara data dari formulir C1 dengan data bawaslu, terjadi perbedaan yang mencolok. Ia mencontohkan caleg A mendapatkan 04 suara di tempat pemungutan suara (TPS), ditulis menjadi 24 suara pada PPS. “Ini terjadi transaksi politik petugas dan caleg, caleg dan caleg lainnya,” ujarnya.
Ia menerangkan perolehan suara di tingkat PPS menuju panitia pemilihan kecamatan (PPK) rawan pencurian suara dan transaksional politik. Caleg yang berniat lolos ke parlemen, berupaya melakukan penggelembungan suara dengan menarik suara partai politiknya, dan perolehan suara caleg lainnya, meski total suara tidak berubah.
Indikasi manipulasi suara di PPS, ia membeberkan terjadi banyak sekali temuan corat coret di formulir C-1, apalagi formulir tersebut boleh di foto copy. Selain itu, ia mengungkapkan lambatnya upload di website KPU terhadap peroleh suara caleg, membuat semakin lemah transparansi penyelenggara pileg.
Saksi lain, Nova Hadiyanto, mengatakan temuan kecurangan caleg dalam meraup suara partai dan suara caleg, bahkan terjadi sesama partai dan caleg. Para caleg bersaing untuk merebut kursi parlemen, dengan cara kotor. Ia menemukan fakta lapangan di caleg DPR RI nomor 6 Partai Golkar suaranya bertambah dua digit padahal perolehan suaranya hanya satu digit. “Ini ada indikasi penggelembungan suara,” ujarnya.