REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Partai Golongan Karya (Golkar) menyiapkan tiga kandidat calon wakil presiden (cawapres) yang berasal dari kadernya untuk diduetkan dengan calon presiden partai lain bertujuan mengamankan posisi di pemerintahan.
"Ada tiga nama kandidat cawapres dari kami untuk capres lain yaitu Jusuf Kalla, Luhut Panjaitan dan Akbar Tandjung. Hal tersebut dilakukan mengingat Golkar tidak memenuhi target perolehan suara pada Pileg lalu," ujar Politisi senior Golkar Zainal Bintang dalam diskusi 'Dinamika Internal Partai Jelang Pilpres 2014' di Menteng, Jakarta, Ahad (20/4).
Menurut dia, ketiga cawapres tersebut dapat mendampingi Golkar untuk menjadi pendamping capres dari partai lain baik itu Joko Widodo maupun Prabowo Subianto.
"Kalau memaksakan pencapresan ARB kita bisa kehilangan kursi RI 2 dan kursi pemerintahan sedangkan kita terbiasa di dalam pemerintahan," kata Zainal Bintang.
Namun ketiga nama yang dipersiapkan itu masih akan dibahas dalam Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) pada awal Mei nanti disamping evaluasi perolehan suara dan juga kinerja Ketua Umum.
"Rapimnas awal Mei rencananya akan dipercepat sekitar 26 April atau 28 April. Rencananya akan dibahas evaluasi perolehan suara di Pileg, perolehan suara yang kurang dari target berimplikasi kepada kinerja Ketua Umum. Sehingga Ical pun akan dievaluasi," ujar dia.
Ia mengatakan kegagalan Golkar mencapai target perolehan suara pada Pileg menyebabkan kedudukan Ketua Umum Aburizal Bakrie dipersoalkan oleh orang-orang yang mencintai partai berlambang pohon beringin tersebut.
"Kenapa posisi Ical dipersoalkan? Karena kegagalan Golkar mencapai target, dimana target maksimal 30 persen minimal 26 persen. Karena kedua-keduanya tidak tercapai maka kenapa rapimnas golkar awal Mei. Itu saya ulangi yang akan ditanyakan adalah mengapa target tidak tercapai sebagai ketua umum yang tidak tercapai maka secara jujur tidak memenuhi target mari bersama-sama evaluasi, tapi usulan penggantian itu bukan dari ring 1 Golkar tapi orang yang mencintai Golkar," kata dia.
Hal tersebut berbeda dengan PDI-P dimana Ketua Umum terbebas dari tekanan, tapi yang menjadi soal adalah Aburizal Bakrie menjadi capres dan kemudian digugat oleh anggota.