REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Banyaknya laporan politik uang (money politics) selama kampanye Pileg 2014, menandakan penyelenggaraan pesta demokrasi jauh dari harapan. Politisi Partai Hanura Yuddy Chrisnandi mengatakan, Pemilu 2014 berjalan sangat karut-marut dan rusak ditinjau dari berbagai segi.
"Pemilu diwarnai pragmatisme politik uang, manipulasi suara caleg, aparat yang korup, dan terdegradasinya masyarakat dalam membiarkan orang baik terpilih," kata Yuddy di Djakarta Theater, Senin (21/4) malam WIB.
Menurut dia, politik uang yang mewarnai Pemilu 2014 lebih mengerikan dibandingkan pelaksaan empat tahun sebelumnya. Hal itu membuat adu gagasan atau program yang diusung caleg menjadi tidak berarti.
Dia menyebut, uang menjadi faktor penentu lolos tidaknya caleg bisa melaju ke Senayan. "Masyarakat lapar uang, minim keteladaaan, dan kerusakan sosial meluas," kata Yuddy. "Ini pemilu terburuk yang saya ikuti dan cermati."
Mantan politikus Partai Golkar itu sangat kecewa begitu mudahnya para caleg membagikan uang agar terpilih. Masyarakat yang seharusnya menjadi kontrol sosial malah menyambut ulah caleg itu dengan penuh suka-cita.
"Praktik demokrasi berjalan dengan kengerian, ketamakan para caleg dipertontotan secara terbuka, perilaku korup aparat pemilu disikapi pragmatisme, dan sikap tanpa malu-malu dipertontonkan rakyat dari objek pemilu," katanya.
Dia berharap, penyelenggara pemilu bisa tegas dalam menindak setiap laporan yang disertai bukti. Dengan begitu, caleg yang lolos dengan mengandalkan uang dapat dihukum untuk tidak diloloskan. Kalau hal itu dapat diwujudkan, wajah demokrasi Indonesia bisa diselamatkan.
Jika tidak, menurut Yuddy, Indonesia pasti mengalami kemunduran demokrasi. "Politik uang merajalela tanpa bisa dihentikan, berita media mempertontokan hal-hal seperti itu, dan tak terlihat upaya melakukan koreksi dan perbaikian menyelamatan kualitas demokrasi."