REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua DPP PKB M Hanif Dhakiri menilai koalisi yang efektif bukan tergantung gemuk atau ramping posturnya, namun tergantung soliditas koalisi itu.
"Mau koalisinya gemuk ataupun ramping, sejauh sifatnya solid, hal itu akan mengefektifkan jalannya pemerintahan koalisi dan mengokohkan presidensialisme," kata Hanif di Jakarta, Sabtu (26/4).
Menurut dia, Brasil di era pemerintahan Presiden Luiz Inacio Lula da Silva yang didukung koalisi gemuk dengan dukungan parlemen sekitar 85 persen berjalan aman tanpa mengganggu presidensialisme. Demikian juga dengan pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang juga termasuk koalisi gemuk dengan dukungan DPR sekitar 75 persen berhasil menunjukkan performa yang baik. "Relasi eksekutif-legislatif secara umum aman-aman saja, kinerja demokrasi dan pemerintah juga masih oke," kata Sekretaris Fraksi PKB DPR itu.
Lebih lanjut Hanif mengatakan, kalaupun calon presiden periode lima tahun ke depan menginginkan koalisi ramping, maka agar pemerintahannya efektif setidaknya harus memiliki dukungan 50 persen plus 1 di parlemen.
Hanif menilai koalisi ramping bukan jaminan bagi efektivitas penyelenggaraan pemerintahan. Bahkan, berpotensi merugikan jika soliditasnya kurang mantap karena jumlah dukungan parlemen yang dimiliki pas-pasan.
Berbeda dengan koalisi gemuk atau koalisi besar. Seandainya ada anggota koalisi yang bandel dan mbalelo, maka pemerintahan koalisi masih bisa memenangkan dukungan mayoritas di DPR karena cadangan dukungannya besar."Kalau koalisi besar kehilangan sebagian kecil dukungannya di DPR mereka masih bisa menang. Tapi kalau koalisi yang ramping kehilangan sedikit dukungannya di parlemen, mereka pasti lewat dan kalah dengan kekuatan nonpemerintah di badan legislatif," katanya.