Home >> >>
Ini Masalah Penegakkan Pidana Pemilu Versi Bawaslu
Sabtu , 26 Apr 2014, 16:32 WIB
Septianjar Muharam
Petugas Bawaslu Jabar memperlihatkan bunga dan stiker sebagai bentuk sosialisasi pemilu bersih di Jalan Surapati, Bandung, Kamis(27/3). (foto: Septianjar Muharam)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mendapat banyak pengaduan mengenai dugaan pelanggaran pidana pemilu dalam pileg 2014. Namun Bawaslu mengaku masih menghadapi banyak hambatan dalam proses penegakkan hukumnya.

Komisioner Bawaslu Nasrullah mencontohkan, ada 85 kasus dugaan politik uang. Tetapi, baru sekitar 40 kasus yang prosesnya berjalan lebih lanjut. "Itu yang terjadi sekarang. Ada beberapa hambatan memang, agak kesulitan dalam penegakkan," kata dia di Jakarta, Sabtu (26/4).

Nasrullah antara lain menyoroti mengenai proses penindakan dugaan pelanggaran pidana pemilu. Ia mengindikasikan bagaimana Bawaslu mempunyai keterbatasan karena proses hukumnya terkait dengan penegak hukum, yakni kepolisian dan kejaksaan. 

Hasil telaahan Bawaslu akan terjadinya tindak pidana, justru kadang berbeda pandangan ketika sudah masuk ke institusi penegak hukum. Termasuk mengenai hasilnya ketika sudah berjalan di pengadilan.

Aparat penegak hukum, menurut Nasrullah, baik kepolisian, kejaksaan, dan juga lembaga peradilan, mempunyai standar operasional tersendiri. Sementara Bawaslu tentu tidak dapat mencapuri urusan penegakkan hukum di institusi lain. Namun hasilnya diakui ada yang tidak sejalan dengan temuan Bawaslu. "Kami tidak bisa mencampuri urusan itu. Tapi upaya maksimal pengawas pemilu untuk memproses itu sudah kami lakukan," kata dia.

Nasrullah mengatakan, ada unit penegakkan hukum terpadu dalam tubuh Bawaslu. Unit itu berisikan unsur kepolisian dan juga kejaksaan. Dengan ini Bawaslu sebenarnya berharap ada arah yang sejalan mengenai proses penegakkan hukum pidana pemilu dengan aparat. "Tapi faktanya banyak ditemukan itu tidak seirama. Itu problem," ujar dia.

Bawaslu pun mempunyai persoalan lain dalam melakukan proses dugaan pelanggaran pidana pemilu. Antara lain dengan kurangnya bukti dan ketiadaan saksi. Terkait dengan saksi ini, menurut dia, ada masalah tersendiri. "Ada orang yang tidak mau jadi saksi. Ini agak sulit karena dia yang menyaksikan kejadian itu," kata dia.

Dengan kondisi itu, Nasrullah mengatakan, menimbulkan kesulitan bagi Bawaslu. Termasuk sulit apabila memosisikan diri sebagai saksi. Karena posisi itu akan menimbulkan kecurigaan, Bawaslu memberikan kesaksian yang tidak benar.

Nasrullah juga menyoroti ketentuan dalam UU Nomor 8/2012 mengenai pemilihan anggota DPR, DPD, DPRD. Terkait dengan politik uang, ketentuan dalam undang-undang hanya membebankan kepada peserta pemilu dan pelaksana kampanye. Sehingga ada kesulitan menjerat calegnya. "Kalau secara kebetulan si caleg ini tidak masuk dalam struktur itu, ini jadi fatal. Saya tidak tahu bagaimana dalam pembahasan undangan-undangannya," kata dia.

Menurut Nasrullah, Bawaslu sudah berusaha maksimal untuk memproses dugaan pelanggaran pemilu. Misalnya, bergerak tidak hanya berlandaskan laporan, namun secara langsung juga dengan temuan di lapangan. Meski pun dengan adanya berbagai kendala yang muncul. "Bagi kami ada upaya maksimal dalam proses ketika itu masuk otoritas pengawas pemilu," ujar dia.

Redaktur : Mansyur Faqih
Reporter : Irfan Fitrat
  Isi Komentar Anda
Komentar adalah tanggapan pribadi, tidak mewakili kebijakan redaksi republika.co.id. Redaksi berhak mengubah atau menghapus kata-kata yang tidak etis, kasar, berbau fitnah dan pelecehan, intimidasi, bertendensi suku, agama, ras, dan antar golongan. Setiap komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab pengirim.

Republika.co.id berhak untuk memberi peringatan dan atau menutup akses bagi pembaca yang melanggar ketentuan ini.
avatar
Login sebagai:
Komentar