Ketua PB NU Said Aqil Siradj saat berpidato dalam Harlah ke-90 Nahdlatul Ulama (NU) di Jakarta, Senin (27/5) malam
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PB NU) menyampaikan sikapnya jelang pemilihan presiden (pilpres) nanti. Ketua PB NU, Said Aqil Siradj mengatakan partisipasi masyarakat dalam pilpres itu dianggap sebagai bentuk ibadah. Selama itu dilakukan dengan cara baik dan benar. Serta mengindahkan nilai agama dan moral.
"Partisipasi pilpres itu bentuk ibadah," ujar Ketua PB NU, Said Aqil Siradj kepada wartawan saat jumpa pers di kantor PB NU, Jalan Kramat Jati, Rabu (30/4).
Ia menuturkan manakala partisipasi itu dilakukan dengan menghalalkan segala cara maka itu merupakan kedurhakaan (maksiat) kepada Allah SWT dan pengkhianatan terhadap bangsa dan negara. "Kecuali tidak takut neraka," katanya sambil tersenyum menyindir.
Selain itu, terkait politik uang, menurutnya, itu terbukti telah terjadi dalam pemilu legislatif yang lalu melibatkan para calon anggota legislatif, tim sukses dan masyarakat pemegang hak pilih maupun aparat penyelenggara pemilu. "Tidak boleh terulang kembali pada pilpres yang akan datang," tegasnya.
Said menjelaskan politik uang adalah bentuk suap yang merupakan suap yang berdimensi politik. "Itu bentuk risywah, suap berlaku baginya penyuap dan yang disuap masuk neraka," katanya.
Ia pun menghimbau kepada warga NU khususnya dan masyarakat serta bangsa Indonesia untuk melakukan istigosah, memohon pertolongan Allah SWT agar pilpres nanti dapat berlangsung dengan aman dan lancar. "Semoga presiden nanti dan wakil presiden yang terpilih benar-benar merupakan sosok pemimpin amanah," ungkapnya.
Selain itu, presiden dan wakilnya mendahulukan kepentingan bangsa dan negara diatas kepentingan pribadi, kelompok dan golongan. Serta memiliki kemampuan untuk membawa bangsa Indonesia menuju kehidupan yang adil, Makmur dan Bermartabat.
Saat ditanyai seputar rekomendasi Capres, Said mengatakan tidak ada. Secara umum NU harus jeli memilih presiden yang amanah, berani dan bersih.