REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kasus hukum bukan penghalang bagi seseorang untuk melaju sebagai anggota DPR. Seperti terjadi pada Dewie Yasin Limpo, caleg nomor urut 1 dari Partai Hanura yang bisa dipastikan akan melenggang ke Senayan dari Dapil Sulawesi Selatan I.
Pada pemilu tahun 2009 lalu, Dewie juga mencalonkan diri sebagai anggota DPR. Namun, ia gagal terpilih. Dewie malah tersangkut kasus dugaan suap kepada komisioner KPU. Dan dugaan pemalsuan surat Mahkamah Konstitusi (MK).
Adik Gubernur Sulawesi Selatan, Syahrul Yasin Limpo itu pada pemilu 2014 kembali mencalonkan diri. Satu kursi yang diperoleh Partai Hanura, berhasil diraihnya. Dengan perolehan suara sebanyak 39.514. Hasil rekapitulasi suara DPR dari Dapil Sulsel I disahkan KPU pada Senin (5/5) malam.
Kasus dugaan pemalsuan surat keputusan MK terkait kursi legislatif Dewie Yasin Limpo, berawal pada 14 Agustus 2009 silam, saat KPU mengirimkan surat kepada MK untuk menanyakan pemilik kursi DPR di Dapil Sulsel, yang diperebutkan Dewie Yasin Limpo dari Hanura dengan Mestariani Habie dari Gerindra.
MK kemudian mengirimkan jawaban tertulis dengan nomor surat 112/PAN MK/2009. Isinya, pemilik kursi yang ditanyakan jatuh kepada Mestariani Habie. Tetapi, KPU malah memberikan putusan kursi tersebut kepada Dewie Yasin Limpo.
Putusan versi KPU, didasarkan pada surat jawaban MK tertanggal 14 Agustus, tiga hari sebelum jawaban asli MK kepada KPU. Keputusan ini membuat MK mengecek surat tanggal 14 Agustus yang dimaksud KPU, dan membandingkannya dengan surat yang benar-benar MK kirimkan pada 17 Agustus.
Hasilnya, MK menyatakan surat 14 Agustus yang dijadikan dasar penetapan kursi bagi Dewie Yasin Limpo adalah palsu.