Kampanye terbuka Partai Golkar di Gedung Olah Raga (GOR) Ciracas, Jakarta, Selasa (18/3). (Republika/Aditya Pradana Putra)
REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Direktur Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma), Said Salahudin berpendapat Partai Golkar dan Demokrat menjadi penentu ronde Pilpres 9 Juli mendatang.
"Ada atau tidaknya putaran kedua Pilpres akan sangat bergantung kepada Partai Golkar dan Partai Demokrat," ujar Said Salahudin di Jakarta, Selasa.
Menurut dia, kalau Golkar dan Demokrat bersekutu mengusung poros baru, maka itu artinya Pilpres akan diikuti oleh tiga pasangan calon, yaitu pasangan yang diusung oleh poros PDI-P, poros Gerindra, dan pasangan yang diajukan oleh Golkar dan Demokrat.
"Karena ada tiga pasangan calon, maka suara pemilih cenderung akan menyebar. Apalagi kalau Golkar dan Demokrat memunculkan capres alternatif yang disenangi oleh pemilih, seperti Anies Baswedan," ujar dia.
Ia mengatakan capres yang diusung oleh koalisi Golkar dan Demokrat itu bisa saja memecah suara Jokowi dan Prabowo, sehingga, Jokowi atau Prabowo akan kesulitan untuk memenangkan Pilpres dalam satu putaran.
"Kalau melihat trennya sampai dengan hari ini, sepertinya dukungan publik kepada Jokowi dan Prabowo relatif sudah mulai berimbang," ujar dia.
Ia mengatakan ketatnya persaingan itu akan menyulitkan salah satu dari mereka untuk menang satu putaran dengan memperoleh suara lebih dari 50 persen dengan minimal 20 persen suara di 17 provinsi.
"Ganjalannya karena adanya capres yang diusung oleh Golkar dan Demokrat itu," ujar dia.
Sekalipun, lanjutnya, poros Golkar-Demokrat sepertinya sia-sia dibentuk karena Jokowi dan Prabowo terlalu tangguh untuk dihadapi, tetapi poros itu bisa saja tetap direalisasikan oleh Golkar dan Demokrat untuk tujuan politik yang lain.
"Tujuan itu sebagai strategi untuk meningkatkan bargaining politics mereka dihadapan Jokowi dan Prabowo pada saat akan memasuki putaran kedua," kata dia.