REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim sukses masing-masing pasangan capres-cawapres harus cepat dalam mengklarifikasi kampanye hitam yang menyerang kubunya. Jika tidak, informasi yang beredar di masyarakat akan menjadi opini publik dan dianggap menjadi sebuah kebenaran.
Pengamat politik dari UIN Syarif Hidayatullah, Pangi Syarwi Chaniago mengatakan, kampanye hitam pasti akan terjadi dalam sebuah kontestasi pemilihan presiden di negara demokrasi.
Tim sukses harus mampu membuat bantahan 'secantik' mungkin, sehingga segala macam bentuk tuduhan tidak dianggap sebagai sebuah kebenaran.
"Jadi jangan langsung capres atau cawapresnya. Tim suksesnya harus bekerja untuk membantah itu secepatnya agar tidak berlarut-larut," katanya saat dihubungi, Selasa (27/5).
Menurutnya, tingkat peradaban masyarakat di akar rumput belum setinggi apa yang dibayangkan. Masyarakat bisa menelan mentah-mentah seluruh informasi yang didengar dan dilihatnya. Apalagi, kata dia, jika isu SARA yang dimunculkan. "Itu sangat sensitif di masyarakat kita," ujarnya.
Dia mencontohkan, mencuatnya isu tentang capres dari PDIP Jokowi, yang tidak bisa baca Alquran, nonmuslim dan sebagainya merupakan bentuk kampanye yang sudah menyerang martabat seseorang.
Jika ini dibiarkan dan tidak secepatnya dibantah oleh tim sukses, kata dia, masyarakat di bawah akan sangat mudah sekali percaya. Begitu juga dengan capres dari Gerindra Prabowo, yang dianggap psikopat, terlibat pelanggaran HAM dan sebagainya. "Itu tidak bisa dianggap remeh dan pasti mempengaruhi pemilih," katanya.
Dia juga meminta media terutama stasiun televisi agar memberikan informasi yang berimbang dan menahan diri untuk 'menyerang' salah satu kandidat. Meskipun, mereka juga mempunyai keberpihakan terhadap masing-masing pasangan.
"Kita tahu TV One dan Metro TV itu punya keberpihakan. Tapi mereka hendaknya saling menghargai dan tidak terus-terusan 'menyerang' salah satu kubu. Karena masyarakat kita mayoritas menerima informasi dari televisi," ujarnya.