REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- 'Serangan' terhadap salah satu kubu pasangan capres-cawapres melalui media, khususnya televisi dianggap sudah terlalu berlebihan. Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) diminta tegas dalam menyikapi pemberitaan di media televisi terkait pemilihan presiden (pilpres).
Sebab, adanya pemberitaan yang tidak berimbang dan cenderung 'menyerang' salah satu kubu dinilai tidak memberi pendidikan politik yang baik kepada masyarakat. Apalagi, mayoritas masyarakat di Indonesia mengakses informasi melalui media televisi.
Pengamat politik dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Pangi Syarwi Chaniago menilai, apa yang ditampilkan media televisi, khususnya TV One dan Metro TV sudah sangat kebablasan. Padahal, pengaruh televisi sangat besar terhadap persepsi masyarakat untuk memilih calon pemimpinnya.
"KPI harus tegas, masa dari dulu hanya imbauan saja. Kalau gini nggak ada pencerdasan politik lagi bagi masyarakat," katanya saat dihubungi Republika, Senin (2/6).
Pangi menjelaskan, masyarakat kategori menengah ke bawah di akar rumput sangat mudah sekali untuk percaya terhadap informasi yang diterimanya dari media.
Sehingga, apapun yang ditampilkan akan menjadi opini publik dan membentuk persepsi masyarakat meskipun itu kampanye hitam. "Ini kan tidak mendidik," ujarnya.
Seperti diketahui, pemilik Metro TV Surya Paloh mendukung pasangan Jokowi-JK. Sedangkan TV One milik Aburizal Bakrie berkoalisi dengan Prabowo-Hatta. Selain itu, CEO MNC Group Hari Tanoesudibyo juga mendukung pasangan Prabowo-Hatta. Tiga stasiun televisi milik HT yakni RCTI, Global TV dan MNC TV.