Pekerja mengerjakan pembangunan perumahan di Depok, Jawa Barat, Ahad (1/9).
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Real Estate Indonesia (REI) mengusulkan kepada capres dan cawapres untuk membentuk desk (bagian) khusus untuk menangani perumahan. Jadi, perumahan langsung di bawah presiden, ini mengingat masih menjadi kebutuhan dasar (papan) yang belum terjamin.
"Maka perlu political will pemerintah membentuk desk khusus langsung di bawah Presiden. Sehingga koordinasi lintaskementerian dan daerah bisa berjalan efektif dan optimal," kata Wakil Ketua Umum REI Ignez Kemalawarta di Jakarta, Selasa (10/6).
Ignez menyebutkan, kebutuhan rumah yang belum terpenuhi (backlog) pada 2010 mencapai 13,6 juta unit. Diperkirakan pada 2014 telah menyentuh angka 15 juta unit.
Padahal, lanjut dia, ketersediaan rumah pertahunnya mencapai 300 ribu-400 ribu unit dengan pertumbuhan keluarga baru rata-rata 800 ribu per tahun.
Ignez menambahkan sebanyak 22 persen atau 61 juta rumah tangga dari 240 juta penduduk Indonesia belum mendapatkan hunian.
Dia memperkirakan backlog pada 2025 apabila tidak dilakukan upaya percepatan bisa mencapai 30 juta unit. Dengan kebutuhan perumahan baru rata-rata 1,2 juta.
Menurut Ignez, persoalan perumahan berpusat di persoalan petahanan dan pembiayaan. Yakni belum dimanfaatkannya tanah milik Badan Usaha Milik Negara (BUMN), sulitnya sertifikasi biaya, waktu dan perizinan serta belum optimalnya bank tanah.
Untuk itu, dia mengusulkan harus ada eksekusi mekanisme pembiayaan berbasis pada pemupukan dana murah jangka panjang. Bentuknya berupa tabungan perumahan nasional sebagian bagian dari bentuk jaminan sosial bidang perumahan.
Dia juga meminta pemerintah yang akan datang melalui Perumnas untuk lebih banyak membangun rumah masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Karena saat ini Perumnas juga diketahui membangun rumah untuk kalangan menengah atas.
"Ketiga, penyiapakan mekanisme pencadangan tanah dalam bentuk bank tanah oleh pemerintah," tuturnya.
Ke empat, ujarnya, subsidi berkelanjutan. Sehingga memberikan kepastian bagi pelaku atau bank penyalur. Kelima, penyederhanaan kapasitas hukum pertanahan nasional, keenam penghapusan pajak yang tidak sesuai dengan prinsip keadilan.
"Masalahnya, di pusat tunduk hukum, tapi di daerah-daerah ini tidak sesuai, dan bagaimana agar harga rumah sederhana tidak ikut naik di perkotaan," ucapnya.
Selanjutnya, dia mengatakan, yakni menurunkan ekonomi biaya tinggi. Khususnya untuk perumahan murah dan ke delapan melanjutkan kembali program rumah susun sederhana murah di perkotaan denga aturan yang aplikatif.