REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat ekonomi Universitas Indonesia Faisal Basri menilai calon presiden Joko Widodo realistis dalam menargetkan pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 7 persen.
"Itu (target pertumbuhan ekonomi 7 persen) realistis dan harus terwujud. Karena kalau tidak, maka lapangan kerja terbatas dan tidak berkualitas," kata Faisal di Jakarta, Senin (16/6).
Faisal mengatakan seharusnya target pertumbuhan ekonomi 7 persen dicapai pada tahun 2013-2014 namun gagal karena melambatnya pertumbuhan ekonomi dalam negeri.
Dia menilai perlambatan itu disebabkan masalah pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
"Demi APBN dan rupiah, maka sektor ekonomi ditekan oleh pemerintah. Lalu karena harga BBM bersubsidi tidak dinaikkan dan subsidi tidak dipotong maka APBN menjadi besar," ujarnya. Faisal menilai rupiah melemah karena impor BBM bersubsidi meningkat lalu melarang ekspor mineral sehingga pengelolaan ekonomi tidak benar.
Di sektor perbankan turun menurut dia karena ekspansi kredit dibatasi Bank Indonesia sehingga pemerintah tidak mau menyelesaikan akar masalahnya.
"Lalu ketika BI tidak diperbolehkan membuka diri ekspansi ke Singapura, mengapa kita membuka diri pada negara tersebut untuk ekspandi ke dalam negeri," katanya.
Sebelumnya calon presiden Joko Widodo optimistis pertumbuhan ekonomi Indonesia di atas 7 persen namun dibutuhkan langkah strategis yang perlu dilakukan pemerintah.