REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Utang luar negeri (ULN) tidak disinggung dalam debat calon presiden (capres) semalam. Padahal, ULN Indonesia semakin membengkak.
Bank Indonesia (BI) mencatat total utang luar negeri Indonesia mencapai 276,49 miliar dolar AS. Dari jumlah itu, porsi utang swasta atau korporasi merupakan yang paling besar, yakni 145,98 miliar dolar AS. Lalu, utang luar negeri pemerintah 122,81 miliar dollar AS, dan sisanya utang BI.
Ekonom menilai, kedua capres sebaiknya mengemukakan soal ULN kendati moderator tidak menanyakan hal tersebut.
"Tak ditanya bukan berarti tidak penting. Tapi sebenarnya bisa dikemukakan," ujar Ekonom Anton Gunawan, Senin (16/6).
Menurut dia, kedua capres dapat membahas mengenai ULN ketika membicarakan tentang twin deficit, yakni defisit transaksi berjalan dan defisit anggaran. ULN membuat anggaran menjadi defisit.
Anton juga mengatakan, kedua capres sebaiknya membahas tentang pembiayaan dari bank. Rasio dana pihak ketiga (DPK) terhadap kredit atau LDR telah mencapai 91,17 persen. Oleh karena itu, korporasi mencari pembiayaan dari luar negeri.
Kendati demikian, Anton memaklumi jawaban kedua capres belum mendalam karena adanya keterbatasan waktu.
"Memang settingnya yang menyebabkan sukar memberikan jawaban yang relatif bisa panjang lebar. Itu ada keterbatasan waktu," ujarnya.
Sementara itu, salah satu tim ahli yang menyusun pertanyaan dari moderator, Ekonom dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Tony Prasetiantono, mengatakan, pada awalnya tim telah menyusun banyak pertanyaan teknis.
Namun kemudian banyak yang dicoret karena ingin memberi kesempatan pada kedua calon untuk debat sendiri.
"Saya sebagai tim penyusun menyadari jangan menanyakan yang terlalu teknis pada capres sehingga akhirnya pertanyannya umum," ujarnya.