REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Hukum dan Advokasi Prabowo Subianto-Hatta Rajasa, Ahmad Yani meminta calon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres) Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) untuk mengoreksi langsung pernyataan tim sukses mereka, Siti Musdah Mulia soal penghapusan kolom agama di Kartu Tanda Penduduk (KTP).
"Mereka wajib mengklarifikasi. Tidak cukup hanya timses yang klarifikasi," kata Yani kepada wartawan di Kompleks Parlemen Senayan, Rabu (18/6).
Politikus Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu mengaku, tidak yakin dengan klaim Musdah bahwa pemerintahan Jokowi-JK akan menghapus kolom agama di KTP. Sebab, menurutnya JK merupakan tokoh Islam di Nahdlatul Ulama dan ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI). "Saya tidak yakin konsep itu datang dari Jokowi-JK," ujarnya.
Dia menilai, Musdah terlalu mengada-ada ketika menyebut kolom agama menciptakan diskriminasi di KTP. Yani justru menilai ide Musdah bakal menyuburkan praktik penodaan agama di Indonesia. "Jangan sampai orang yang tidak beragama bersembunyi di balik penghapusan kolom agama di KTP," katanya.
Anggota Komisi III DPR itu meminta Musdah membedakan antara praktik penodaan beragama dengan kebebasan beragama. Menurut dia, dalam kebebasan beragama setiap pihak harus tetap menghormati kepercayaan mayoritas suatu agama. "Kalau ada orang tiba-tiba membawa ajaran baru dalam Kristen apa itu bisa dibenarkan?"