Home >> >>
10 Kabupaten/Kota Paling Rawan pada Pilpres 2014 versi Bawaslu
Kamis , 26 Jun 2014, 11:08 WIB
Tahta Aidilla/Republika
Daniel Zuchron

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) memetakan daerah yang berpotensi menjadi titik rawan pelanggaran pemilu pada pilpres 2014. Dari uji mutu yang dilakukan, ada 10 kabupaten/kota yang dinilai memiliki Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) dengan status sangat rawan.

Komisioner Bawaslu Daniel Zuchron mengatakan, tingkat kerawanan diukur berdasarkan tiga indikator. Pertama, dampak electoral popular vote. Inidikator ini merupakan hasil uji mutu terhadap daftar pemilih tetap (DPT) pilpres. Disebut popular vote karena pilpres menggunakan model satu orang satu suara. 

Indikator kedua, lanjut Daniel, adalah aspek pengawasan yang menilai tingkat kesulitan akses pengawasan terhadap sebuah daerah. Dinilai dari kondisi geografis, sarana dan prasarana transportasi, serta akses sinyal telepon seluler.

Sementara indikator ketiga adalah potensi politik uang. Indikasi ini menilai tingkat kemungkinan terjadinya transaksi politik uang di sebuah daerah dengan mengukur prosentase kemiskinan sesuai dengan konsep Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K).

Menurutnya, berdasarkan tiga indikator itu, Bawaslu menemukan 10 kabupaten/kota sangat rawan. Yakni, Garut dengan IKP 4,3, Pemalang (4,3), Bandung (4,2), Bandung Barat (4,2), Kota Bogor (4,2). Kemudian Sukoharjo (4,2), Pati (4,2), Grobogan (4,2), Brebes (4,2), dan Lombok Timur (4,2).

"Di 10 kabupaten/kota itu kerawanan sebagian besar disebabkan indikator dampak electoral popular vote, bobotnya 60 persen. DPT di daerah tersebut masih bermasalah, validitasnya rendah sehingga rentan dimanipulasi," kata Daniel, di Gedung Bawaslu, Kamis (26/6).

Ia menjelaskan, DPT Pilpres diketahui bermasalah dengan mengecek kesesuaian nomor induk kependudukan dengan tanggal lahir dan profil di lapangan. Serta masih ditemukannya banyak NIK ganda. Dikatakan, untuk sistem pemilihan satu suara satu orang, kualitas DPT yang buruk sangat rentan dimanipulasi.

"Semakin banyak ghost voters, semakin tinggi manipulasi data pemilih. Nyatanya DPT pilpres yang ditetapkan KPU signifikansi perubahannya dibanding DPT pileg sangat kecil, tidak banyak berubah," ujar Daniel.

Redaktur : Mansyur Faqih
Reporter : Ira Sasmita
  Isi Komentar Anda
Komentar adalah tanggapan pribadi, tidak mewakili kebijakan redaksi republika.co.id. Redaksi berhak mengubah atau menghapus kata-kata yang tidak etis, kasar, berbau fitnah dan pelecehan, intimidasi, bertendensi suku, agama, ras, dan antar golongan. Setiap komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab pengirim.

Republika.co.id berhak untuk memberi peringatan dan atau menutup akses bagi pembaca yang melanggar ketentuan ini.
avatar
Login sebagai:
Komentar