Mantan menperin Fahmi Idris (kiri) dan eks menkum HAM Hamid Awaluddin (kanan) ketika mengunjungi gedung KPK, Jakarta, Kamis (4/4).
REPUBLIKA.CO.ID, MEDAN - Calon wakil presiden Jusuf Kalla (JK) dinilai sebagai sosok yang penuh dengan ide dan gagasan untuk merealisasikan perdamaian dan mengatasi berbagai kerusuhan yang terjadi.
Dalam dialog kebangsaan di kantor Persekutuan Gereja Indonesia (PGI) Sumatra Utara di Medan, Kamis (26/6), mantan menteri hukum dan HAM Hamid Awaluddin mengatakan, salah satu bukti ide tersebut dibuktikan dalam menyelesaikan kerusuhan di Poso, Provinsi Sulawesi Tengah dan Ambon, Provinsi Maluku.
Hamid mengatakan, ketika masih menjabat wakil presiden pada pemerintahan periode pertama Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), muncul kerusuhan dan peperangan antara umat Islam dan Kristen di Poso dan Ambon pada 2007. Selaku pemimpin nasional, Jusuf Kalla (JK) cukup kesal karena munculnya anggapan di kalangan dua umat beragama itu bahwa membunuh lawannya bakal masuk surga.
Sebagai langkah awal mewujudkan perdamaian, JK ingin menghilangkan anggapan negatif yang dapat menyebabkan umat Islam dan Kristen di dua daerah itu saling bunuh. Sebagai pembantu presiden, JK memerintahkan Hamid Awaluddin untuk membuat pernyataan yang dapat meluruskan anggapan negatif antara dua umat beragama tersebut.
"Pak JK memerintahkan saya supaya melakukan jumpa pers. Saya disuruh supaya bilang umat Islam dan Kristen (yang melakukan pembunuhan) sama-sama masuk neraka. Tidak ada ajaran dalam Alquran dan injil kalau membunuh dengan semena-mena akan masuk surga," katanya.
Setelah itu, JK mengeluarkan sejumlah pernyataan yang memancing minat umat Islam dan Kristen di Poso dan Ambon untuk menghentikan pertikaian. "Begitulah caranya memulai perundingan damai," kata Hamid.
Selain menimbulkan korban jiwa, kerusuhan tersebut juga menimbulkan kekhawatiran besar terhadap perkembangan generasi muda disebabkan banyaknya mesjid, gereja, dan sekolah yang dibakar. Kondisi itu menjadi salah satu alasan JK untuk menggugah warga Ambon yang bertikai guna berdamai dan mengakhiri pertikaian yang ada.
"JK bilang warga Ambon akan menjadi kelompok yang tertinggal karena sekolah pun dibakar. Mau kemana warga Ambon nanti kalau tidak ada yang sekolah," katanya.
Setelah menyampaikan berbagai pertimbangan tersebut, JK berhasil memaksa kedua belah pihak yang bertikai untuk bertemu dalam sebuah perundingan. Dalam pertemuan tersebut, sebenarnya masih ada perwakilan warga yang menolak perdamaian dengan alasan bahwa persyaratan untuk berdamai itu banyak sekali.
Sebagai pemimpin bangsa, JK selalu mengutamakan dialog untuk menyelesaikan masalah, terutama untuk merealisasikan perdamaian antarwarga. Namun mantan ketua umum Partai Golkar tersebut juga bisa bersikap sangat tegas terhadap kelompok yang menentang adanya perdamaian di Tanah Air.
"Pak JK bilang, kalau tidak mau damai, buat pernyataan biar saya umumkan ke seluruh dunia. Kalau tidak mau damai, tentukan waktu dan tempat untuk perang, silakan hadapi negara," katanya.